Selasa, 29 Desember 2020
Rindu Ibunda
Aku Jadi. Hendak Bertanya
Muhasabah
MUHASABAH
By: Sri Wiyanti
Wahai diri
Kemana engkau hendak lari?
Ke pantai? Ke gunung atau tempat yang menurutmu lebih tinggi?
Sehingga engkau bisa lepas dari kematian yang engkau takutkan padahal ia adalah pasti.
Wahai diri
Akan tiba saatnya dimana pujian manusia bagimu tiada berarti
Bahkan ia telah menjadi bagian kelalaian diri
Ataukah justru akan berbalik menghakimi?
Di hadapan pengadilan Illahi Robbi
Ketika itu, retorikamu seperti basi, hilang arti, menghadirkan aroma bangkai
Namun masamu telah usai tinggalkan sesal yang tak terperi.
Wahai diri
Sebelum engkau jauh berlari dalam rimba kesesatan yang mengelabui
Ingatlah jalan untuk kembali menuju cahaya pertaubatan hakiki
Bukan perjumpaan terakhir sedangkan perniagaanmu telah merugi.
πΊπΊπΊπΊπΊπΊ
TAUBATKU
By : Sri Wiyanti
Kelam malam tanpa cahaya
Kulantunkan bait-bait rindu menggelora
Pada Rabb pemilik semesta
Berharap waktu berlalu tak larut dalam lalai
Namun amarah dan nafsu angkara
Kerap menguasai menjadi panglima
Kusibak ruang terdalam hati
Titik-titik maksiat itu telah berubah
Menjadi gumpalan hitam dosa-dosa
mengarat memenuhi tiap sudutnya
Tiada lagi tersisa ruang kebaikan di situ
Hingga batas sadarku meronta
Menyesali alpa diri namun kerap kali
mengulangi
Betapa lemah diri yang hina ini
Tanya pun menukik menancap tepat
Di sanubari yang mulai tergolek lunglai
Jika cinta tanpa pijar rindu
Lalu dengan apa memaknai rasa?
Sedang hati kerap berkelana
Dalam rimba kesesatan yang nyata
Hilang arah....
Lupa pulang....
Sedang taubatku palsu semata
Tersungkur dalam harap padaMu
Semoga pintu masih terbuka
Untuk Aku sang pendosa
πΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊ
KISAH PILU
By: Sri Wiyanti
Amarah...
Membara...
Membakar tanpa rasa
Kobaran api menghanguskan asa
Asap hitam menyisakan nestapa
Semua berlari...
Tak tentu arah
Demi raga yang tak ingin dinista
Bahagianya tak lama
Baru saja bermula
Membangun mimpi
Dari upah kerja yang tak seberapa
Istana kecilnya kini telah rata
Mengisahkan puing-puing duka
Aku salah apa?
Batinnya lara...
Tak tau lagi harus ke mana
bertanya pada siapa
Tentang esok harinya
Sedang malam mata terjaga
Menatap kelam hilang cahaya
Kini semua masih berjaga
Bersama luka yang masih menganga
Akankah usai sebuah sandiwara?
πΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊ
Tanpamu
Puisi Dukotu
πΊπΊ Tanpa-Mu πΊπΊ
Qalbu meranggas kerontang
Rapuh jiwa tanpa sinaran-Mu
Bima, 21 November 2020
ππLuka Hati ππ
Sembilu mengoyak mengiris qalbu
Merana gundah gulana
Bima, 21 November 2020
π¦π¦ Laut. π¦π¦
Ombak memeluk pantai
Buihnya menyapa pasir berkilau
Bima, 21 November 2020
π₯π₯ Bahang π₯π₯
Bagaskara memanggang buana
Raga meronta meleleh peluh
Bima, 21 November 2020
ππ Kecewa ππ
Melahap perih
Menghempas pergi dari ruang hati
Bima, 21 November 2020
By : Sri Wiyanti
#Puisidukotu(duabaristujuhkata)
Puisi Patidusa
Akhir Kisah
Ikhlaskan
Kala Rinai Hujan
πΊπΊ Kala Rinai Hujan πΊπΊ
By : Sri Wiyanti
Hujan
Mengiringi rinaimu
Celoteh canda ceria
Tentangmu mengisahkan banyak suka
Basah
Menyeka mengibaskan
Kristal bening menyejukkan
Mengiringi langkah nyanyian senja
Indah
Selalu terkenang
Hati yang basah
Melukis sepanjang jalan kenangan
Sungguh
Rona bahagia
Mewarnai langkah kita
Hingga tiba di ujung masa
Waktu
Menjeda indahnya
Denai kita berbeda
Saatnya mengucap kata berpisah
Bima, 19 November 2020
ππππππ
Tentang Kita
πΊπΊ Tentang Kita. πΊπΊ
By : Sri Wiyanti
Jangan pernah berbagi hati
Mendua akan menyakiti
Pegang janjimu
Setialah
Disini
Terikrar sumpah
Dermaga saksi bisu
Kita berdua merenda kasih
Tulus
Cintaku padamu
Seperti debur ombak
Lembut memeluk pasir pantai
Diam
Memberi ketenangan
Membuai alunan rasa
Melambungkan asa melangit cintaku
πΊπΊπΊπΊ
Patidusa
6 Desember 2020
Senin, 24 Agustus 2020
Buah Tarbiyah
Buah Tarbiyah
Hembusan angin sore menyapa kami di pelataran masjid terapung Amahami. Air laut berkilau tertimpa cahaya keperakan. Sungguh mewakili rasa kami pada kebersamaan yang indah. Sejenak kuabadikan moment bersama tiga bocahku.
Kaki kecilnya melangkah tanpa ragu memasuki Masjid. Sedikit pun tak menoleh ke arah kami bertiga. Atau mencoba mencari sandaran agar terlihat percaya diri di antara kaki-kaki kokoh yang berjalan ke arah yang sama. Berhenti tepat beberapa meter dari posisi imam.
"Allahu Akbar," takbirnya memulai dua rakaat takhiayatul masjid. Dari jauh kumemandangnya takjub serasa memuji Sang Pemilik Keagungan. "Maasyaa Allah," ucapku dengan netra membulat masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Dua bidadari kecil di samping ikut tersenyum melihat tingkah Si Bungsu.
Dua rakaat sunnahnya usai sempurna barulah Abinya memasuki masjid. Langsung mengambil posisi bersisian. Sedikit pun ia tak terusik, langsung meluruskan shaf karena sholat asar akan dimulai.
Bertiga bersegera menuju shaf perempuan. Sadar telat, sebab penasaran butuh penuntasan. Pemandangan tadi masih menyisakan tanya. Biarlah di perjalanan nanti kulanjutkan.
Usianya baru lima tahun awal Mei kemarin. Namun raut dan tingkah Bungsuku nampak menyalip usianya. Di sela waktu menunggu tentu hatiku berharap bahwa itu adalah buah Tarbiyah kami selama ini.
ππΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπ
Bima, 23 Agustus 2020
π Sri Wiyanti π
Minggu, 02 Agustus 2020
Saatnya Harus Pergi
Saatnya Harus Pergi
(sebuah pesan cinta untuk Ananda).
By : Sri Wiyanti
Kutau rasa ini telah bertaut lama, meninggalkan perih saat raga harus berpisah. Namun jalan perjuangan tak menghendaki langkah terhenti meski tapak kaki mulai sulit dijejakkan ke tanah. Teruslah berjalan hingga batas waktu sebagai finish. Semoga JannahNya menanti.
Jika kau tanya bagaimana kami di sini melepas belenggu rindu yang menjerat hati mengajak untuk berpaling. Tapi sadarku waktu kita tak lama, ini hanya senda gurau belaka. Tempat yang kita tuju masih terlampau jauh. Saatnya menyuntik energi baru agar mampu bertahan di tengah terpaan badai jika tiba-tiba menghadang saat hati lengah.
Tetaplah di atas jalanNya yang kau titi. Kita butuh bersabar untuk bisa sampai dengan selamat. Karena waktu tak selalunya bersahabat ketika hati lalai dari mengingatNya. Ibarat pedang dia akan menebas tanpa pandang siapa. Ketiba tiba waktunya kita kembali semoga jalan juang terus kita bersamai.
Esokmu menunggu coretan-coretan kebaikan. Ilmu adalah tintanya. Gapai ia dengan segala daya dan upaya. Hauslah akan perjumpaan dengannya, taman-taman surga selagi kita di dunia. Kumpulkan bekal yang takkan memberatkan hisabmu. Bekal yang tiada butuh penjagaan namun justru menjaga dunia dan akhiratmu. Ilmulah sebaik-baik bekal untuk kita bawa pulang.
Semangat balik pondok.
Bima, 12 Juli 2020
Aku. Harus Bisa
Aku Harus Bisa!
Hari pertama hingga sepekan berlalu semuanya mengalir saja seperti air tanpa hambatan. Kesempatan mengedit sana-sini tulisan yang sudah ada pikirku. Kali. Ini dengan tema berbeda dari biasanya. Bukan tentang anak-anak. Yah sesuatu yang tidak biasa. Tapi Alhamdulillah terus mencoba mengasah diri agar bisa menuangkan ide yang ada di kepala.
Memasuki pekan ke dua, hambatan mulai menghadang. Harus belajar merangkai kata yang lebih sastra. Ya Allah! Tentu tak mudah bagiku yang biasanya bercerita apa adanya tentang hari-hariku di rumah bersama anak-anak. Apalagi merangkai sebuah kata yang sama sekali tak ada hubungannya dengan dunia yang ada dikepalaku.
Buntu, itu yang kurasa. Mencoba berkali-kali merangkai kata acak dengan menambah kata kerja tak biasa di belakangnya. Tak jua berhasil hingga semalam terus berpikir dan berlatih. Tapi tugas tak boleh diabaikan. Apapun tantangannya harus terus berusaha hingga tak ada lagi kata sulit tentangnya.
Dan, hasilnya seperti di bawah ini. Terasa horor. Hihihihi...
Kursi tua terlihat bergerak cepat ke arah pintu. Seakan menyambut tamu agung.
Lampu hias di ruang tengah meliuk-liuk seperti sebuah tarian penyambutan. Kadang hidup kadang mati seakan tak ingin semua adegan terekam netraku. Tiba-tiba terdengar suara sendok dan garpu beradu di atas meja makan diiringi cekikikan tanpa rupa. Asbak berputar semakin lama semakin cepat hingga menyeruak aroma dupa menyengat hidungku. Seperti sebuah pesta, tapi pesta apa? Aku terkesiap, jantungku berdetak cepat, badanku gemetar dan tiba-tiba aku sudah ambruk ke lantai.
Kalau kulanjutkan paragraf ini nanti jadinya seperti apa yah? Aku sendiri masih bertanya-tanya π
Talabiu Bima, 23 Juni 2020
π Sri Wiyanti π
#Day19sore
#Terusberlatih
# SHSB
Selamat Berjuang Sholehku
Dikejar Deadline
Senin, 22 Juni 2020
Aku Harus Bisa!
Aku Harus Bisa!
Hari pertama hingga sepekan berlalu semuanya mengalir saja seperti air tanpa hambatan. Kesempatan mengedit sana-sini tulisan yang sudah ada pikirku. Kali. Ini dengan tema berbeda dari biasanya. Bukan tentang anak-anak. Yah sesuatu yang tidak biasa. Tapi Alhamdulillah terus mencoba mengasah diri agar bisa menuangkan ide yang ada di kepala.
Memasuki pekan ke dua, hambatan mulai menghadang. Harus belajar merangkai kata yang lebih santra. Tentu tak mudah bagiku yang biasanya bercerita apa adanya tentang hari-hariku di rumah bersama anak-anak. Apalagi merangkai sebuah kata yang sama sekali tak ada hubungannya dengan dunia yang ada dikepalaku.
Buntu, itu yang kurasa. Mencoba berkali-kali merangkai kata acak dengan menambah kata kerja tak biasa di belakangnya. Tak jua berhasil hingga semalam terus berpikir dan berlatih. Tapi tugas tak boleh diabaikan. Apapun tantangannya harus terus berusaha hingga tak ada lagi kata sulit tentangnya.
Dan, hasilnya seperti di bawah ini. Terasa horor. Hihihihi...
Kursi tua terlihat bergerak cepat ke arah pintu. Seakan menyambut tamu agung.
Lampu hias di ruang tengah meliuk-liuk seperti sebuah tarian penyambutan. Kadang hidup kadang mati seakan tak ingin semua adegan terekam netraku. Tiba-tiba terdengar suara sendok dan garpu beradu di atas meja makan diiringi cekikikan tanpa rupa. Asbak berputar semakin lama semakin cepat hingga menyeruak aroma dupa menyengat hidungku. Seperti sebuah pesta, tapi pesta apa? Aku terkesiap, jantungku berdetak cepat, badanku gemetar dan tiba-tiba aku sudah ambruk ke lantai.
Kalau kulanjutkan paragraf ini nanti jadinya seperti apa yah? Aku sendiri masih bertanya-tanya π
Talabiu Bima, 23 Juni 2020
π Sri Wiyanti π
#Day19sore
#Terusberlatih
# SHSB
MUHASABAH PERJALANAN
Kamis, 18 Juni 2020
Faidahku Bertanya
Senin, 15 Juni 2020
Rumah Pertama
πͺπΊ Rumah Pertama πΊπͺ
Bagaimana rasanya ketika pertama kali memiliki rumah? Bahagia dan bersyukur tentunya. Begitupun perasaan kami ketika pertama kali bisa memiliki rumah.
Bangunan kayu ( kami di Bima menyebutnya Uma panggu) berukuran 4×6 meter itu menjadi sesuatu yang luar biasa bagi hati kami saat itu. Membangunnyapun di atas tanah pinjaman peninggalan almarhumah nenek.
Cara Allah memang tak terduga, dengan mengirim seorang saudara jauh suami untuk membantu kami memiliki rumah itu. Dia meminjamkan kami uang 3 juta rupiah sekaligus juga saudara itu yang mencarikan kayu bahan bangunan rumah.
Sampai saya bertanya pada suami.
Bi...! Gimana ceritanya kok kita bisa dikasi pinjaman duit? Terus bayarnya kapan dan cara pembayarannya gimana?
Beruntun pertanyaan itu ku ajukan bak penyidik yang sedang menghadapi kasus serius.
Janji ya Bi, gak ada penambahan pembayaran? Serius aku takut kejebak utang riba. Cercaan pertanyaan ku tak juga selesai.
"Tenang yah.. ,! Akupun gak akan mau meminjam dengan jalan seperti itu", jawaban suami menenangkan hatiku.
Berkeiiling kebun kelapa dan mangga di desanya demi mencari bahan untuk membangun rumah kami, dia juga yang mengolah kayunya hingga jadi papan, kebetulan dia bisa menggunakan mesin sensor kayu.
Proses membangunnya dilanjutkan suami yang jadi tukang kayu dadakan. Alhamdulillah.
Di rumah pertama itu anak ke-3 dan ke-4 kami lahir. Di rumah itu juga kami memulai mengajarkan mengaji anak-anak tetangga. Menghidupkan taklim sekali sepekan secara bergilir dengan teman-teman.
Setiap musim hujan rumah kami selalu menjadi sasaran banjir. Kadang airnya naik hingga tangga ke empat. Syukurlah gak sampai atas.
Terkadang lumpur begitu tebal sehingga ketika berangkat mengajar kami berdua terpaksa nenteng sepatu hingga ke jalan.
Oh... Indahnya perjuangan. ππͺπͺ
Melihat kehidupan kami, pandangan prihatin kadang tertangkap dari wajah sekeliling, namun kami merasakan hal berbeda. Menikmatinya tentulah hanya tentang sudut pandang, bersyukur ataukah mengkufuri?
Beberapa kali pernah terlontar pertanyaan dari lisanku.
"Gimana perasaan Abi tinggal di rumah mungil kita? Apa abi gak malu dengan orang lain? ".
Suami malah balik nanya, "terus perasaan kamu sendiri bagaimana? "
"Saya sih santai saja Bi, meski mungil ini kan rumah kita sendiri".
"Justru Abi yang saya khawatirkan, takut merasa gak pede tinggal di rumah tipe 3 S ini, (rumah sangat sangat sederhana)" π.
Rumah kecil berpenghuni enam anggota keluarga tentunya bisa dibayangkan. Empat orang anak-anak tidur berdesakan di satu dipan. Sesak? Tentu saja! Namun kami menikmatinya dengan hati lapang.
Saat-saat itu justru menjadi tarbiyah terindah bagi semua, anak-anak dan juga kami sebagai orang tua.
Menjadi moment tepat menanamkan kesederhanaan sebab prakteknya sudah terasa tanpa diminta.
Belajar menahan diri dari apa yang menjadi penyebab Allah murka. Bersabar hingga dikaruniakan apa yang ada di dalam dada. Dalam keadaan ia halal sehingga tertuai kebarokahan yang didamba.
Sampai akhirnya Allah memberi kami rezeki lain untuk bisa memiliki Rumah ke.-2.❤πͺπͺ
Kamis, 11 Juni 2020
Mengukur Kesuksesan
πͺ MENGUKUR KESUKSESAN πͺ
Tiap orang punya standar kesuksesan berbeda-beda, untuk mengukurnya tidak boleh menggunakan standar kesuksesan orang lain. Mengukur kesuksesan harus dilihat dari mana dia memulai dan sudah sampai dimana, diibaratkan seseorang yang berjalan.
Kesuksesan juga diukur dari seberapa besar tantangan yang dihadapi, seberapa gigih menjalani dan seberapa mampu melewati rintangan dalam perjalanan perjuangan. Serta sudahkah Istiqomah dengan melaziminya dalam keseharian.
Mari mulai mengukur capaian-capaian kita, adakah kita sudah jauh melampaui ataukah kita masih berdiri ditempat karena mengalami stagnasi?. Mencoba mengevaluasi mana capaian yang harus diperbesar kapasitasnya, mana yang perlu dirampingkan dan mana yang perlu dipangkas karena kenyataan tidak diperlukan.
Salam semangat awal Desember
8122019
By : Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Seperti Membangun Istana Surga
Rabu, 10 Juni 2020
Benih-Benih Kebaikan
PELAJARAN BERBOHONG
Selasa, 09 Juni 2020
Tetap Semangat Menuntut Ilmu
πͺ TETAP SEMANGAT MENUNTUT ILMU πͺ
Hadiri majelis ilmu sudah lama bahkan bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun, mungkin terbersit dalam pikiran kita, kok materi itu-itu saja yang di dengar, dari satu pemateri ke pemateri lain, dari satu ustadz/ ustadzah ke ustadz/ustadzah yang lain, sering kali materi yang sama tersaji meski dengan tema berbeda. Pernahkah terlintas rasa bosan atau jenuh? Lalu kita merasa malas dan bosan untuk menghadiri majelis ilmu karena sebab itu?
Atau kita merasa sering kali hadir di majelis ilmu namun ilmu serasa tiada bertambah?
Jika perasaan seperti ini muncul, cobalah untuk menelisik lebih jauh, mencoba membaca di sisi hati terdalam karena bisa jadi kita berada pada dua keadaan ini ;
1. Ilmu yang sudah kita dapatkan belum sempat kita amalkan atau sudah berusaha diamalkan namun belum maksimal. Sehingga dengan sering mendengarkan materi yang sama akan menyegarkan kembali ingatan, memacu semangat kita untuk mempraktekkan dalam kehidupan. Karena kemampuan tiap diri dalam mengamalkan ilmu itu berbeda-beda, ada yang sekali mendengar langsung dilaksanakan, ada juga yang setelah diulang-ulang baru tergerak hatinya untuk berbuat.
2. Bisa jadi ada anggota keluarga, sahabat, tetangga atau rekan kerja yang membutuhkannya. Sehingga dengan sering mendengar bisa menjadi sarana untuk bisa mendakwahkan atau mentransfernya pada orang lain yang membutuhkan.
Jadi tak ada sesuatu yang sia-sia dalam menuntut ilmu, semakin sering didengar akan semakin bagus, semakin melekat dalam hati. Menuntut ilmu jika benar-benar kita niatkan ikhlas karenaNya selalu akan kita temukan hal-hal baru. Tema boleh sama namun penjebaran bisa berbeda tergantung pengalaman pemateri dan kedalaman ilmunya.
By : Sri Wiyanti
Talabiu 8 April 2019
Surat Cinta Dari Pesantren
SURAT CINTA DARI PESANTREN
By : Sri Wiyanti
Abi...Ummi ...
Tidak terasa waktu empat tahun itu hampir berlalu, satu episode perjuangan ini akan segera ku lewati. Terima kasih untuk semuanya, untuk keberanian Abi dan ummi melepaskan ku jauh ke pondok, padahal saat itu aku hanyalah seorang anak yang belum tau apa-apa, belum tau bagaimana mengiris makanan dengan pisau, belum tau bagiamana mencuci pakaian, bahkan sekedar menuangkan deterjen saja saat itu aku belum tau, juga kesabarannya memotivasi ku untuk bisa bertahan di pondok, ketulusannya mendo'akan ku sehingga Allah memudahkanku dalam menghafalkan lembar demi lembar kitab yang mulia ini.
Abi...Ummi...
Mungkin sebagian orang akan menganggapmu orang tua super tega. Orang tua yang tak punya rasa kasih karena melepasku untuk jarak yang jauh hanya demi belajar Al-Qu'ran. Padahal itu menjadi pengalaman pertamaku jauh dari Abi dan Ummi.
Aku tau Ummi terkadang harus menahan tangis ketika ada yang bilang, kenapa sih anak sekecil itu harus disuruh jauh-jauh mondok, apa gak ada tempat belajar yang bagus di sini? Toh orang lain juga yang sekolah di sini bisa sukses kok. Atau menahan tangis ketika rindu kami menyentak-nyentak hati.
Aku beruntung menjadi anak dari orang tua super tega seperti Abi dan ummi, berkat ketegaanmu aku sudah merasakan nikmatnya bercengkrama dengan Al Qur'an.
Abi... Ummi...
Do'akanku tetap Istiqomah dalam muroja'ah karena menjaga hafalan ternyata jauh lebih sulit dari sekedar menambah ayat demi ayat, lembar demi lembar hafalan ini. Jika saja Allah tak menjaga ku dari bermaksiat pada Nya niscaya hilanglah semua tanpa bekas.
Sebab ayat-ayat ini hanya lekat pada hati yang senantiasa tunduk meski terkadang ujian itu kerap kali menggoda hati untuk berpaling. Karenanya jangan pernah lelah mendo'akanku dalam setiap sujud panjangmu.
Abi...Ummi ...
Setiap kali rasa jenuh dan lelah itu mengendorkan semangatku. Teringat kembali nasehat dalam suratmu, Nak, bersabarlah dalam menuntut ilmu karena sesungguhnya Imam Syafi'i pernah berpesan :
"Barang siapa yang tak mau merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat, sepanjang hidupnya ia akan menjadi orang yang hina karena kebodohannya."
Kami rela menahan rindu dan menanggung semua kepedihan karena berpisah sesaat denganmu namun kami tak lebih mampu untuk melihatmu lalai dan jauh dari Al Qur'an.
Abi...Ummi...
Maafkan jika sesekali aku membuatmu kecewa, karena belum mampu memberi dunia yang membanggakan, tapi percayalah aku masih tetap memegang teguh cita-citaku yang kubacakan saat wisudah TPA sepuluh tahun lalu ; AKU INGIN MENJADI HAFIDZOH USTADZAH MUJAHIDAH. Menjadi perempuan kuat setegar shahabiyah mulia Al Khansa'. Seperti nama yang Abi dan Ummi sematkan padaku.
Saat itu selangkah lagi akan tiba, ku ingin segera mampu mewujudkannya, semoga menjadi hadiah terindah bagi Abi dan Ummi di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Merindu Dalam Do'a
πMerindu dalam Do'aπ
Anak-anakku...
Rasanya baru kemarin ummi menggendong kalian sambil ummi nyanyikan nasyid, " tidur-tidurlah anakku tidurlah sayang, ummi senantiasa menjaga dan berdo'a, agar kelak kau dijadikan manusia pembebas durjana pelepas duka lara.... hingga kalian tertidur.
Rasanya baru kemarin kita tidur berdesak-desakan sambil ummi menuntun kalian membacakan do'a dan berdzikir sebelum tidur, membacakan surat-surat pendek hingga kalian tidur dalam tenang.
Rasanya belum lama juga, ketika setiap pagi ummi harus mengganti baju karena basah oleh pipis kalian di tempat tidur dan terpaksa pula mengganti seprei lebih sering dari biasanya.
Rasanya belum lama juga, kita berdesak-desakan di atas sepeda motor hanya untuk bisa bersama menikmati liburan, bahkan sering kali abimu harus rela bolak-balik demi menjemput kalian yang masih menunggu di rumah.
Memang seperti baru kemarin dan belum lama semuanya terjalin, ketika abimu harus menggendong kalian menuju masjid sementara di sebelahnya Kaka berjalan mengiringi Abi.
Masih lekat diingatan ummi, kalian berdua berlari berebut adzan di musholla samping rumah, atau ketika suara adzan kalian memecah hening subuh, memaksa mata untuk segera terbangun mengawali hari ....
Kini siang terasa sepi tanpa kalian, sepi dari tingkah kalian yang terkadang membuat ummi melotot...ah anakku maafkan semua itu π₯π₯π₯
Tiada lagi Abang yg suka menghabiskan korek api di dapur, tiada lagi kalian yg meletakkan pakaian tidak pada tempatnya, tiada lagi teguran Abi karena alat-alat tukangnya sudah berantakan dan hilang. Ternyata semua itu kini membuat kami rindu.
Anak-anak ku...
Bersabarlah di tempatmu yang baru, InsyaaAllah di situ tempat terbaik bagi kalian, tempat dimana kalian belajar mencintai kami sebagai orang tua pada koridor yang Allah kehendaki. Bersabarlah dengan keadaan yang kalian temui karena keterbatasan atau ketidaknyamanan justru akan mendidik kalian memiliki jiwa yg kuat.
Anak-anakku...mari kita sama-sama belajar untuk mengikhlaskan karena hanya itu kunci kesuksesan. Bersabarlah hingga kalian menjadi ahli Qur'an, hafidz/Hafidzah sejati.
Kami menyadari bahwa kalian hanyalah titipan, karenanya kami takut tak mampu mendidikmu di sini sesuai keinginan Sang Pemilikmu.
Jujur nak...kami rindu... namun biarlah kerinduan ini luruh dalam do'aπ
π
π
#Selamatmondoknak
#Mondokitukeren
By : Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Talabiu Bima, 10 Juli 2018
Minggu, 07 Juni 2020
Puisi Sari Konde
PUISI SARI KONDE
Oleh : Sri Wiyanti
Puisi sari konde ternyata lebih tajam menusuk dari sebilah belati
Meletupkan emosi melukai hati sesiapapun yang mengaku muslim sejati
Namun iapun menjadi penyebab sadarnya yang alpa akan identitas diri
bahwa semakin Islam dibenci semakin pula ia di hati.
Meski kidungmu merdu tetap tak mampu mengalahkan kesyahduan adzan subuh di gelap pagi
Bagi hati nan rindu mengadu
pada Yang Maha Mengatur hari
Oleh : Sri Wiyanti
Bima, 4 April 2018
Nilai Perempuan
NILAI PEREMPUAN
By : Sri Wiyanti
Kondisi pertama ; Istrinya kok jelek amat ya padahal suaminya ganteng.
Kondisi ke dua ; istrinya cantik banget tapi sayang suaminya jelek, kayaknya gak pas deh.
Kondisi ke tiga; ini baru klop, suami istri serasi banget, istri cantik dan suaminya ganteng, pokoknya siip deh!
Kalimat-kalimat di atas sering kali kita dengar atau bahkan pernah kita ucapkan ketika melihat sepasang suami istri berlalu di depan kita.
Sekarang pertanyaannya :
Mengapa ada perempuan yang biasa-biasa saja secara fisik namun menjadi pilihan lelaki tampan? Mengapa perempuan cantik mau menerima dinikahi laki-laki yang secara fisik tidak sepadan? Jika keduanya serasi emang pantas menjadi sejoli, katamu!
Jika kecantikan fisik semata menjadi alasan bagi seorang lelaki dalam memilih pendamping hidup tentu tak satupun perempuan berfisik kurang menarik akan menikah.
Jika kepandaiannya menjadi sebuah keharusan tentu hanya perempuan pintar yang akan menikah.
Jika kebangsawanannya menjadi alasan tentu hanya perempuan dari keluarga terpandang yang akan menikah
Jika hartanya menjadi alasan tentu hanya perempuan kaya yang akan menikah.
Lalu....?
Mengapa ada cerita perempuan cantik ditinggal suaminya hanya karena seorang perempuan biasa?
Mengapa ada cerita perempuan pintar ditinggal suaminya demi seorang perempuan lugu?
Mengapa ada cerita perempuan bangsawan ditinggal suaminya hanya demi memperjuangkan perempuan sederhana?
Mengapa ada cerita perempuan kaya ditinggal suaminya demi perempuan miskin tiada berharta?
Adakah fisikmu penentu nilaimu?
Adakah kecerdasanmu penentu nilaimu?
Adakah kebangsawananmu penentu nilaimu?
Ataukah hartamu penentu nilaimu?
Iya....namun ia tiada semata
Karena nilaimu sesungguhnya ada pada
KESHOLIHAHANMU!
Cinta Lagi Cinta Lagi
Penantian Tak Berujung
Akhir Desember Adalah Rindu Kita
Akhir Desember Adalah Rindu Kita
Anak-anakku
Akhir Desember adalah saat yang kami tunggu-tunggu, gimana tidak, waktu itu saatnya kita melihat hasil dari perjuangan kita selama satu semester ini sayang. Perjuangan kalian menghafal lembar demi lembar kitab Al Qur'an nan suci, perjuangan kalian dalam menepis kerinduan demi tujuan tinggi, perjuangan kalian dalam menahan diri hidup dalam keterbatasan dan makan seadanya, sesekali harus berhadapan dengan kondisi yang tak nyaman demi cita-cita sejati menjadi hafidz hafidzoh. Kami sebagai orang tua juga berjuang nak....berjuang membunuh rasa sepi dan rindu yang kadang menyelinap datang dan pergi...tak pernah ada kata lelah mempersiapkan segalanya demi kalian. Tak cukup waktu dan materi diberi namun do'a tulus terus teriring berharap mampu menembus pintu-pintu langit sehingga Allah ridho dengan usaha kita.
Anak-anakku
Akhir Desember ini juga masih sama seperti sebelumnya. Kamar sudah tertata rapi menunggu kepulanganmu. Sudah terpikir menyiapkan menu-menu kesukaanmu, lalu kumasak dengan penuh cinta. Lalu kita akan makan bersama dan adik-adikmu akan berucap : "Masakan Ummi selalu enak, maklum masakan penuh cinta. Begitulah cara kalian mengekspresikan kecintaan pada kami dengan bahasa sederhana namun sarat makna bagi hati seorang Bunda.
Anak-anakku
Akhir Desember inipun masih ku tunggu cerita-ceritamu, tentang hafalanmu yang tak mudah, tentang tugas belajarmu yang kadang membuat lelah, tentang teman-teman mu yang penuh warna, atau cerita sesekali tertidur di kelas karena kantuk tak tertahan sebab semalam mengejar target muroja'ah.
Anak-anakku
Maafkan jika sesekali telpon untuk mu tak berdering, bukan karena kami tak ingat namun jadwal antri harus dipahami. Maafkan pula jika sesekali tak melihat kami diantara kerumunan wali santri saat menjemput kepulangan nanti
Maafkan jika akhir Desember ini tetap menjadi rindu...rindu kalian...rindu kami...rindu kita bersama...
Rindu yang kan kita balut dengan do'a hingga perjumpaan terindah.
Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Talabiu, 16 Desember 2018
Laut Hari Ini
LAUT HARI INI
By : Sri Wiyanti
Laut hari ini....
Debur ombak perlahan memecah pantai
Diingiri desau angin siang menerpa wajah kami
Begitu syahdu....
Seakan bercerita tentang bahagiaku
dalam kebersamaan yang indah
Bersama si dia selalu kuharap kata setia
Seperti pantai yang senantiasa merindu
ombak menepi
Talabiu Bima, 28 Januari
Obral Romantisme
Aku Juga Ibu Indonesia
πππAKU JUGA IBU INDONESIA πππ
Oleh : Sri Wiyanti
Aku juga Ibu Indonesia
Sama sepertimu Bu....
Tapi aku merasa begitu terluka...
Atau lebih tepatnya aku kecewa
Membaca dan mendengar puisimu yang begitu berani membandingkan budaya dengan syari'at
Aku juga Ibu Indonesia ....
Sama sepertimu Bu....
Yang menjunjung tinggi nilai budaya Nusantara
Karenanya aku tak pernah menghina sari konde atau kidungmu
Karena ku tau cadar dan adzan terlalu indah untuk dibandingkan dengan budaya
Ia terlalu suci sebab titah Sang Illahi Robbi
Aku juga ibu Indonesia....
Sama sepertimu Bu...
Yang di lahirkan di Dana Mbojo
Dana Mbojo wilayah Nusantara juga Bu...
Jika engkau belum mengenalnya
Biarkan aku yang memperkenalkan
Dana Mbojo memiliki budaya mulia yang mengusung syari'at
Budaya rimpu yang mencirikan rasa keta'atan dan penghambaan
Budaya yang menggambarkan betapa perempuan Dana Mbojo begitu terjaga
Dalam balutan budaya di atas syari'at
Bahkan jauh sebelum Nusantara ini merdeka
Aku juga ibu Indonesia....
Sama sepertimu Bu....
Tapi aku juga muslimah yang harus taat pada Rabb Semesta
Bima, 3 April 2018
Karena Aku Guru
ππ KARENA AKU GURU ππ
By ; Sri Wiyanti
Karena Aku Guru...
Bersepatu rapi itu perlu
Berharap siswa-siswiku akan meniru
Setiap tutur kata dan perilakuku
Membaca buku tentu lebih perlu
Agar pembelajaran kaya dan bermutu
Selalu berusaha untuk maju
Siswa-siswi pun ikut terpacu
Karena Aku Guru...
Selalu berpacu dengan waktu
Teringat siswa-siswiku yang sudah menunggu
Saat di kelas peduli selalu
Meluruskan siswa-siswi yang keliru
Handphone cukup kusimpan di saku
Ku ambil hanya jika perlu
Sekedar untuk mengontrol waktu
Peduli muridku tentu nomor satu
Mencetak generasi hebat cita-citaku
Karena Aku Guru...
Tugas adalah amanah karenanya
tak ingin Aku berkhianat
Jika sesekali datang terlambat
Meminta maaf tentu lebih selamat
Bila gajiku terlambat
Aku harus berpikir cermat
Agar dompetku tak sekarat
Tanpa perlu untuk mengumpat
Karena Aku Guru...
Tugas diberi untuk evaluasi
Penjelasan tentu sudah mengawali
Kelasku ramai tak pernah sepi
Dengan pelajaran asyik penuh gizi
Tak lupa sesi presentasi
siswaku belajar mengkomunikasi
Karena Aku Guru...
Tak pernah risau dengan kecilnya gaji
Atau tunjangan yang sering telat cair dari gaji sertifikasi
Sebab hak akan mengikuti
Setelah tugas dan tanggung jawab selesai
Karena Aku Guru...
Selalu berusaha untuk tetap digugu dan ditiru
Demi cintaku pada siswa-siswi ku
Mari berjuang bersama untuk maju!
Talabiu Bima, 26 November 2018
Mau Jadi Apa.. Aku Ini!
✍️ MAU JADI APA ... AKU INI ✍
By : Sri Wiyanti
Mau jadi apa... aku ini?
Baju sekolah tak pernah rapi
selalu lupa make dasi
datang terlambat itu pasti
akhirnya tiap hari kena sanksi
Mau jadi apa... aku ini?
Sekolah hanya sekedar mengisi absensi
Tak tau apa yang dicari
Ilmu tiada diberkahi karena ke sekolah cuma nyari sensasi
Pelajaran tak satupun nyantol di hati
Tugas-tugas tak pernah ku urusi
Kerjaan ku hanya berkelahi
Meski karena perkara kecil tiada arti
Selalu alasanku cuma pingin uji nyali
Mau jadi apa... aku ini?
Tiap hari hanya nongkrong sana sini
Tak punya jati diri karena tergerus arus gombalisasi
Jadilah diri tiada berarti karena tak mampu bersaing di era globalisasi
Syukurnya aku tak sampai lupa diri
Semuanya segera ku insafi
Bahwa masa muda ini cuma sekali
Harusnya ku isi dengan sesuatu yang berarti
Kini saatnya aku berbenah diri
Menjadi siswa penuh prestasi
Untuk bekal kehidupan nanti
SMPN 1 MONTA
21 November 2019
Coretan hati seorang guru.
Sebuah renungan untuk anak- anak didikku:
di Peringatan Hari Guru Nasional ke 74.
Nyanyian Hujan
Kran Rejeki
KRAN REJEKI
By : Sri Wiyanti
Rezeki memang luar biasa, jika kita ibaratkan kran air, menjemputnya sangatlah mudah, cukup dengan memutarnya sebagai bentuk ikhtiar kita. Tentunya dengan penuh keyakinan bahwa disitu akan mengalir bagian rezeki kita yang telah Allah tetapkan.
Jika kita memiliki satu kran rezeki maka tentunya dia akan keluar menderas di situ. Tapi jika kita membuka beberapa kran rejeki maka bersabarlah jika tidak sederas sebelumnya karena dia memiliki porsi tersendiri karena sudah terbagi-bagi Jangan katakan bahwa Allah telah mengurangi jatah rezeki kita sebab dia telah menyebarnya pada banyak tempat dengan porsi berbeda sehingga jikapun kita kumpulkan akan sama dengan sebelumnya sebab hakikat rezeki selalu sesuai dengan kebutuhan hidup.
Tanamkan keyakinan bahwa ketika satu kran rezeki tertutup tentu akan ada peluang dibukanya kran rezeki yang lain. Tanpa sedikitpun mengurangi jatah rezeki kita.
Lalu bagiamana jika kran rezeki kita tidak lancar? yang keluar sedikit? Atau bahkan mampet sama sekali? Tentu yang harus kita lakukan adalah memeriksa krannya. Mungkin tersumbat sehingga rezeki tersendat-sendat, atau terjadi kebocoran pada pipa sehingga arus rezeki kita terhambat.
Sumbatan itu bisa berupa kurang kencangnya do'a-do'a kita atau terhalang sebab tidak diperkenankannya do'a karena dalam ikhtiar kita masih tercampur antara halal dan haram, ataukah praktek ribawi yang tanpa sadar sehingga menghilangkan keberkahan rezeki.
Coretan malam
Talabiu Bima19 Desember 2019
Salam semangat menjemput rezeki halal dan barokah.πͺπͺπͺ
Jumat, 05 Juni 2020
Mondokin Anak itu Nikmat
MONDOKIN ANAK ITU NIKMAT
By Sri Wiyanti
Bisa memasukkan anak ke pondok itu nikmat sebab betapa banyak orang tua yang menginginkan anaknya bisa mondok namun tidak siap untuk melepas buah hatinya untuk hidup jauh mandiri, mengerjakan semuanya sendiri, belum lagi membayangkan buah hati sewaktu-waktu sakit tak ada bunda yang membelai lembut di sisi.
Padahal di pondok ananda tidak sendiri, jika sakit ada sahabat sejati setia menemani secara berganti, ada ustadz/ ustadzah yang selalu menasehati bahwa kesabaran dibalik ujian sakit ada pahala menanti.
Bisa memasukkan anak ke pondok itu nikmat sebab betapa banyak orang tua yang menginginkan anaknya bisa mondok namun tak siap berderai air mata saat melepas ananda pergi.
Bukannya tak menyadari bahwa mereka pergi untuknya kembali dengan membawa bekal ilmu yang sangat berarti, namun kekhawatiran terlalu menghantui sehingga keputusan menuruti ego diri.
Bisa memasukkan anak ke pondok itu nikmat karena betapa banyak orang tua yang menginginkan anak-anaknya mondok namun tak siap mengambil keputusan tepat sebab ayah dan ibu tak sehati.
Urusan duit bagi mereka tak berarti hanya terkendala pikiran ke depan nanti takutnya ananda kalah bersaing dengan temannya yang berpenampilan seksi lagi berdasi. Mereka lupa, jika usahanya sedang menghijabi ananda dari kerasnya zaman ke depan ini yang siap menerkam dari segala lini.
Bisa memasukkan anak ke pondok memang nikmat, karenanya mari siapkan diri dengan penuh semangat. Agar tetap membersamai ananda hingga ke akhirat menuju surga Allah yang penuh nikmat.
#ayomondokmondokitukeren
Coretan pagi
Talabiu Bima
Selasa, 9 Oktober 2018
MUHASABAH
MUHASABAH
By: Sri Wiyanti
Wahai diri
Kemana engkau hendak lari? Ke pantai? Ke gunung atau tempat yang menurutmu lebih tinggi? Tersembunyi? Sehingga engkau bisa lepas dari kematian yang engkau takutkan padahal ia adalah pasti.
Wahai diri
Akan tiba saatnya dimana pujian manusia bagimu tiada berarti
Bahkan ia telah menjadi bagian kelalaian diri
Ataukah justru akan berbalik menghakimi?
Dihadapan pengadilan Illahi Robbi
Ketika itu retorika mu seperti basi, hilang arti, menghadirkan aroma bangkai,
namun masa mu telah usai tinggalkan sesal yang tak terperi.
Wahai diri
Sebelum engkau jauh berlari dalam rimba kesesatan yang mengelabui
ingatlah jalan untuk kembali menuju cahaya pertaubatan hakiki, bukan perjumpaan terakhir sedangkan perniagaan mu telah merugi.
Coretan sore
Talabiu
Rabu, 10 Dzulhijjah 1439 H/ 22 Agustus 2018
Sepenggal Episode Guru dan Siswa Zaman Now
✍ SEPENGGAL EPISODE GURU DAN SISWA ZAMAN NOW ✍
By : Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Di sebuah kelas pada jam pelajaran pertama. Seorang guru memasuki ruangan kelas dengan ucapan salam.
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh.... sebagian siswa menjawab salam sementara sebagiannya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Seusai mengabsen kehadiran siswa sang guru berdiri di depan kelas sambil mengajukan pertanyaan. Bagaimana kabar anak-anak pagi ini? Tanya sang guru ! Baik buuuuu....jawab siswa lumayan semangat, maklum pelajaran pertama. Kembali sang guru mengajukan pertanyaan. Anak-anak! ibu masih punya dua pertanyaan, ibu minta dijawab dengan jujur ya! Iya buuuu... timpal anak-anak lagi. Sebelum berangkat sekolah siapa yang sempat pamitan pada orang tua dan mencium tangannya? Yang melakukan silakan mengacungkan jari, ujar sang guru. Terlihat beberapa anak dengan malu-malu mengacungkan jari...ya sekitar empat atau lima orang anak. Siswa lain mulai kasak-kusuk, sebagian membully teman-temannya yang mengacungkan jari. Huuuuuu.... bohong buuuuuu...mana pernah dia mencium tangan orang tuanya....timpal teman-temannya. Kalau dia sih sukanya main kartu Bu.... padahal anak perempuan lho! Celetuk salah seorang siswa laki-laki pada temannya. Huuuuuu... kembali suasana kelas hiruk pikuk dengan teriakan dan saling membully.
Sudah....sudah...sudah...sang guru berusaha menenangkan suasana kelas. Ayo... Siapa tadi yang menunaikan sholat subuh? Anak-anak terlihat saling pandang, namun tak satupun yang mengacungkan jari. Setelah memberikan nasehat singkat sang guru memulai pelajaran hari itu hingga bel pergantian jam berbunyi.
Di sebuah kelas dengan jenjang berbeda, sang guru kembali membuka pelajaran dengan pertanyaan yang sama dengan kelas sebelumnya. Kondisi kelas inipun tidak jauh berbeda dengan kelas sebelumnya. Hanya beberapa siswa yang terbiasa mencium tangan kedua orang tuanya sebelum berangkat sekolah. Sementara yang menunaikan sholat subuh hanya dua siswa. Mulailah sang guru memberikan nasehat pada siswanya... ketika suasana sedang serius tiba-tiba seorang siswa nyeletuk. Bu....kapan kita belajarnya? Lebih enak dikasi tugas latihan di LKS saja Bu, ....timpalnya! Dari tadi ibu ngomongnya sholat melulu....mending belajar bu....! Nampaknya bagi mereka konsep belajar hanya terbatas pada mengerjakan tugas-tugas latihan yang ada di buku ataupun LKS mereka....
Di sela-sela kemirisan hati melihat tingkah polah siswa-siswinya....sang guru bergumam lirih dalam hati....wahai ayah ibu... adakah kalian telah tiada sebelum kematian merenggut? Ya Allah... sungguh kasihan mereka... memiliki orang tua namun tiada yang peduli bahwa mereka tidak pernah sholat... mereka lupa mengajarkan adab-adab yang baik pada anak-anaknya.... haruskah zaman dijadikan kambing hitam? Sedang setiap masa memiliki tantangannya masing-masing? Semua tanya hanya mampu di simpan dalam dada.
Di sebuah kelas pada pelajaran terakhir. Seorang guru memasuki sebuah kelas dengan ucapan salamnya. Assalamu'alaikum.... beberapa siswa terdengar menjawab salam. Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh! Namun salah seorang siswa terlihat tidak peduli dengan kehadiran sang guru, dia begitu serius membaca sebuah buku.
Sambil berjalan menuju meja, sang guru penasaran sehingga sempat melirik buku yang dibaca siswa tersebut, oh... ternyata sebuah novel remaja. Suasana kelas perlahan-lahan mulai tertib karena pelajaran akan segera dimulai namun cerita dalam novel lebih indah dan menarik sehingga mengalahkan kehadiran sang guru di depan kelas.
Tidak ingin menyinggung perasaan siswanya, sang guru bertanya, bolehkah ibu meminjam bukunya sebentar? Dengan malas-malasan buku itu diberikan. Ini Bu...! melihat dan membaca judul novelnya membuatnya semakin ingin tahu, rasa penasaran mengajaknya untuk segera membaca sembari mengawasi siswa yang sedang mengerjakan tugas....
Dari judul bukunya sebenarnya sudah bisa ditebak apa isinya namun kata hati sang guru berusaha menepis pikiran-pikiran buruk yang mulai mengganggu. Membaca dengan harapan bahwa judul tidak selalu mencerminkan isi. Bisa jadi hanya gaya bahasa penulis yang sengaja ingin memancing rasa ingin tahu. Membaca sinopsisnya saja tidak cukup menuntaskan rasa ingin tahunya, kembali dia membuka lembar demi lembar buku secara acak.
Tiba disebuah halaman buku, tertulis kalimat " Gilang hanya diam saja, membiarkan kekasihnya terus menatap wajahnya. Bahkan Gilang tetap diam, ketika tangan Suci dengan lembut membelai kedua pipinya. Di halaman yang lain dari buku itu tertulis, " kedua orang tua Suci, membiarkan putri mereka senantiasa bersama, dengan gilang. Bahkan jika suci ingin tidur bersama Gilangpun, mereka mengijinkan. Sebab mereka tahu, cinta Gilang pada Suci tulus dan suci. Hati sang guru mulai membuncah, ada sesak tiba-tiba menyeruak hadir setelah membaca beberapa lembar novel di tangannya.
Ayo Pacaran, judul buku yang menghasung pembacanya untuk melazimkan cinta jahiliyah, sebuah ajakan yang jelas, mengajak remaja berpacaran, mengajak pada perzinahan dan seks bebas. Ternyata inilah bagian dari sumber masalah anak-anak didiknya, mereka sudah terkontaminasi oleh bacaan-bacaan penuh racun mematikan, memang tidak membunuh fisiknya namun mematikan hatinya. Mata sang guru mulai berkaca-kaca menahan kegelisahan di dada, namun segera diusap air matanya, tak ingin siswanya mengetahui bahwa dia menangis.
Setelah siswa selesai mengumpulkan tugas, buku novel tadi dikembalikan pada siswanya, ditahannya pula keinginan untuk memarahi siswanya, namun dalam hati dia bergumam bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan siswa-siswinya.
Sepulang sekolah, sesampainya di rumah, pikirannya masih diliputi tentang siswanya, tentang perilaku mereka, tentang akhlak mereka terhadap orang tua dan gurunya, tentang ketidaktahuan dan keengganannya menunaikan ibadah sholat. Tiba-tiba ada perasaan bersalah muncul dalam dirinya. Adakah aku telah menjadi bagian dari semua kealpaan mereka? Batinnya meronta!
Terbayang wajah putrinya yang saat itu sedang menempuh pendidikan di sebuah pondok pesantren, ya siswa-siswinya persis seusia putrinya, tentunya juga dia sedang berada pada masa-masa yang sama tapi mereka berbeda, putrinya dididik oleh ustadz dan ustadzah yang senantiasa mengajaknya untuk dekat pada Allah dan menjadikannya sebagai satu-satunya tujuan dalam menuntut ilmu.... ya Allah jagalah putriku dari keganasan zaman ini, jauhkanlah dia dari prilaku seperti apa yang ditemukan pada siswa-siswinya, bimbing pula aku ya Allah agar menjadi guru yang pantas digugu dan di tiru, do'a lirih sang guru.
Dia mulai membuka kembali lembaran-lembaran ingatannya tentang bagaimana dia mengajar akhir-akhir ini, ya..sebuah proses yang tidak lebih dari hanya sekedar pemenuhan persyaratan bahwa kelak siswa-siswinya harus mendapatkan nilai bagus pada raportnya. Ternyata dia telah lupa menyisipkan nilai-nilai yang tidak kalah penting dari sekedar nilai raport tinggi. Kesadaran itu akhirnya hadir, seharusnya pada materi Interpretasi Peta dengan Bentuk dan Pola Muka Bumi aku menyisipkan pesan bahwa ada bukti ke MahaanNya Allah dalam penciptaannya. Bahwa pada materi Interaksi Sosial dapat kutanamkan bahwa siapapun yang menjaga interaksinya dengan Allah, akan dijaga kualitas interaksinya dengan yang lain, begitupun pada materi-materi pelajaran yang lain, batin sang guru di tengah kesadarannya yang kembali hadir mengetuk nalurinya sebagai seorang pendidik.
Dengan semangat yang kembali membuncah, sang guru bertekad, zaman boleh berubah, zaman boleh keras menggilas namun aku tidak boleh kehilangan idealisme sebagai seorang pengajar dan pendidik generasi. Aku harus melakukan sesuatu untuk mereka, siswa-siswiku , sekecil apapun, sebab mereka adalah bagian dari kehidupanku yang kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
Bima, Selasa, 6 Februari 2018
Menyemai Karakter Islami Pada Buah Hati (2)
❤❤❤Bagian ke dua (selesai)❤❤❤
❤MENYEMAI KARAKTER ISLAMI PADA BUAH HATI❤
By : Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Setelah Menanamkan keteladanan yang baik, pembiasaan pada karakter positif dan nasehat bijak, maka dua hal mendasar berikutnya yang harus upayakan pada pendidikan anak adalah ;
4. Mendidik dengan Perhatian/ Pengawasan
Hampir di setiap kita menemukan anak-anak bermasalah selalu dilatarbelakangi oleh kurangnya perhatian dan pengawasan dari orang tua, guru atau orang dewasa lainnya. Bahasa kita sekarang anak-anak yang KUPER ( kurang perhatian namun kelebihan dalam pergaulan). Kurangnya perhatian dan pengawasan ini bisa disebabkan karena tidak memiliki orang tua disebabkan meninggal, orang tua sibuk dengan pekerjaan, orang tua bercerai atau kurangnya dasar keilmuan bagi orang tua dalam pendidikan anak.
Ketiadaan orang tua karena beberapa sebab di atas menjadikan anak kehilangan perhatian dan pengawasan. Perhatian dan pengawasan di sini meliputi fase perkembangan anak dalam pembentukan akidah, akhlak, mental dan sosialnya. Termasuk juga mengawasi perkembangan pendidikan fisik dan intelektualnya.
Kebenaran metode perhatian dan pengawasan yang proporsional pada pendidikan anak tidak diragukan sebagai dasar atau fondasi yang kuat dalam membentuk anak didik yang sukses dalam mengemban semua tanggung jawab pribadinya termasuk tanggung jawabnya sebagai bagian dari keluarga, masyarakat, agama dan bangsa.
Kesempurnaan Islam dalam prinsip-prinsip pendidikannya termasuk perintah untuk memperhatikan dan mengawasi ini sudah secara jelas disampaikan dalam kitab Al Qur'an yang mulia sebagaimana termaktub dalam Firman Allah SWT pada terjemahan QS. At-Tahrim (66) : ayat 6 ;
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar lagi keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan".
Sangatlah tidak mungkin seorang pendidik atau orang tua mengharapkan keluarga dan anak-anaknya terhindar dari siksa neraka tanpa adanya upaya mengajak mereka untuk melaksanakan kebaikan dan mencegah keburukan dan tanpa adanya perhatian dan pengawasan akan keadaan mereka. Sebagaimana sahabat mulia Ali Bin Abi Thalib Ra berkata tentang Firman Allah, " jagalah diri kalian," yaitu didiklah dan ajarilah mereka. Begitu pula Umar Bin Khattab ra berkata, " kalian larang mereka dari apa yang Allah larang untuk kalian, kalian perintah mereka dengan apa yang Allah perintahkan kepada kalian. Maka itulah yang menjadi penjaga antara mereka dan api neraka."
Adanya perhatian dan pengawasan dari orang tua atau pendidik menjadikan anak-anak didik merasa terpantau setiap aktifitasnya baik perkataan maupun perbuatannya bahkan sampai pada orientasi dan kecenderungannya sikap dan pemikirannya. Selain itu juga perhatian dan pengawasan ini memberikan kesempatan pada orang tua atau pendidik untuk memberikan penguatan terhadap tindakan anak-anak didik baik itu berupa penguatan positif sebagai apresiasi terhadap kebaikan yang dilakukan ataupun penguatan negatif atas pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan anak anak didiknya.
5. Mendidik dengan Hukuman
Sekecil apapun bentuk kesalahan ataupun pelanggaran yang dilakukan oleh anak anak didik, tidak sepantasnya orang tua atau guru membiarkan mereka dalam kekeliruan dan kesalahan. Jika upaya menasehati tidak memberikan perubahan berarti, maka pemberian hukuman adalah langkah selanjutnya yang harus tempuh dalam penyelesaian anak - anak bermasalah.
Pemberian hukuman ini sangat beragam modelnya dan tergantung dari bentuk dan tingkatan kesalahan yang dilakukan. Sebagaimana Allah SWT menyampaikan dalam kitab Al Qur'an yang mulia dan hadist Rasulullah SAW, bahwa tingkatan hukuman itu berbeda-beda baik itu dalam kasus pembunuhan, pencurian, seseorang yang murtad, pelaku perzinahan, hukuman bagi peminum khamar atau perbuatan dosa lainnya. Begitu pula yang harus diperhatikan oleh orang tua atau seorang pendidik dalam memberikan hukuman.
Perbedaan usia, pengetahuan dan tingkatan sosial juga berpengaruh terhadap upaya pemberian hukuman. Seorang anak didik terkadang bisa berubah perangai buruknya hanya dengan nasehat lemah lembut, ada juga yang harus diberikan teguran keras baru tersadar, ada yang berubah dengan pukulan tongkat yang tidak sampai menciderai secara fisik.
Satu hal penting yang perlu diperhatikan oleh orang tua atau pendidik dalam memberikan hukuman adalah bahwasanya hukuman itu diberikan untuk menyadarkan anak akan kesalahannya dan melakukan upaya perbaikan setelahnya, bukan untuk melampiaskan emosi kekesalan orang tua atau pendidik atau melampiaskan hawa nafsunya, tidak juga karena kebencian atau tujuan membalas dendam.
Sebagaimana rambu-rambu dalam beberapa terjemahan hadist di bawah ini bahwasanya hukuman itu harus dilakukan dengan sikap yang lemah lembut ;
Diriwayatkan oleh Al- Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad :
"Hendaklah engkau bersikap murah hati dan jauhilah kekerasan dan kekejian."
Diriwayatkan oleh Al-Ajurriy :
"'Berbuat ariflah kalian dan jangan bertindak keras."
Setelah berlemah lembut dalam memberikan hukuman, perkara penting lainnya adalah hendaknya orang tua atau pendidik memperhatikan karakter anak yang melakukan kesalahan dalam memberikan hukuman sebab tiap anak berbeda-beda respon dan tingkat kecerdasannya sebagaimana mereka memiliki perbedaan karakter antara satu sama lainnya.
Selain dua hal di atas, pemberian hukuman juga harus dilakukan secara bertahap dari yang ringan tingkatannya hingga yang keras. Ibaratkan seorang dokter yang menangani pasiennya, tidak semua jenis dan dosis obat boleh diberikan pada pasien karena cara pengobatan sangat tergantung dari diagnosa terhadap penyakitnya.
Pemberian hukuman tetap harus dalam koridor untuk mencegah dan menahan anak dari akhlak buruk dan sifat tercela.
Demikian langkah-langkah yang harus dilakukan oleh orang tua dan pendidik dalam menyemai Karakter Islami pada buah hatinya sehingga tumbuh subur dan berdaun rindang serta berbuah ranum. Terbentuk pribadi yang kokoh aqidahnya, bagus ibadahnya dan terpuji akhlaknya sebagaimana akhlak Rasulullah SAW sang tauladan sepanjang zaman.
Kebenaran itu semata-mata dari Allah, kekeliruan datangnya dari hamba yang fakir ilmu. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi pribadi dan juga orang lain.
Talabiu, Jum'at Sore, 26 April 2019
Menyemai Karakter Islami Pada Buah Hati
Bagian pertama
ππMENYEMAI KARAKTER ISLAMI PADA BUAH HATIππ
By : Sri Wiyanti Ummu Khansa'
Mendidik anak, generasi, buah hati itu ibaratkan seorang petani yang menyemai tanaman, setelah proses memilih bibit unggul maka ada serangkaian proses selanjutnya yg harus dilakukan sehingga bibit tanaman yang disemai dapat tumbuh subur, terhindar dari gulma dan hama sehingga menghasilkan panen maksimal.
Begitupun dalam menyemai karakter islami pada anak dan buah hati kita.
Tantangan pendidikan bagi orang tua di zaman kekinian dan era kesejagatan ini sudah bukan rahasia lagi, menemukan anak-anak "bermasalah" menjadi sebuah keniscayaan, dari masalah kecil misalnya anak tidak disiplin, tidak rapi, malas belajar, suka membantah.... hingga masalah-masalah besar seperti kenakalan remaja( miras dan tramadol), tawuran/perkelahian antar sekolah yg sedang marak karena berebut pacar ,seks bebas ( yang diawali dengan proses pacaran), dan masih banyak lagi permasalahan lain yang tentunya sangat kompleks menjadi PR besar bagi kita sebagai orang tua. Lantas bagaimana Islam memberikan solusi terhadap pembetukan pendidikan Ilahiah ini sehingga bisa membantu kita dalam menangani dan menjadi bagian solusi dari permasahan keluarga dan lingkungan sosial kita.
Di antaranya ada 3 perkara mendasar sehingga karakter yang kita semai pada buah hati kita akan tumbuh subur, berdaun dan rindang sehingga bermanfaat bagi kita sebagai orang tua, masyarakat dan ummat.... Maka minimal ada lima perkara mendasar yg harus kita lakukan untuk tercapainya tujuan kita;
1. MENDIDIK DENGAN KETELADANAN
Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yg paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan sosialnya.
Agar anak terbiasa melakukan kebaikan, maka orang pertama yang harus melakukannya adalah kita sebagai orang tua.,... sebelum menyuruh anak holat, baca Alquran, bersedekah, qiyamullail, belajar, disiplin, amanah, tidak berbohong, semuanya harus ada contoh nyata dari orang tua. Tanpa keteladanan sangat sulit kita mengharapkan anak mau melakukan satu bentuk amal Sholeh.
Sebagaimana Allah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjadi teladan sepanjang sejarah di setiap waktu dan tempat bak lampu yg menerangi kaum muslimin dan suluruh ummat manusia.
Sebagai mana bunyi terjemahan ayat 21 dari Surat Al Ahzab ; QS 33:21.
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap Rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia.banyak menyebut nama Allah".
Itulah jawaban kenapa dakwah Rasulullah Saw mudah diterima dan tak satupun cela dari sikap, tingkah laku dalam keseharian maupun dakwahnya ditemukan ketidakbaikan hingga saat ini meskipun orang-orang kafir dan munafik berusaha mencari-cari kelemahan beliau.
Sebagai contoh ; orang tua melarang anaknya main HP tapi orang tua sendiri kerjaannya main HP, jika kita adalah orang tua yang bekerja dengan menggunakan HP atau laptop maka anak harus dirangkul disuruh melihat langsung apa yg kita lakukan dengan HP/laptop sambil memberikan pemahaman pada mereka....
Ada satu cerita ; putra saya yg ke empat protes, ummi kenapa sih ummi juga MAIN HP terus? Saya lihat dikit-dikit ngirim gambar-gambar, ngapain gambar orang itu terus yg dikirim ke FB, kirim foto saya saja mi, katanya.... mendengar itu saya tersenyum dan berusaha memberikan penjelasan ......... dan ternyata memang anak itu banyak meniru dari perilaku orang tua.
Jadi tidak salah jika ada pepatah mengatakan " BUAH ITU JATUH TAK JAUH DARI POHON" yang artinya Sifat dan perilaku anak tidak jauh dari orang tua.
Ancaman Allah sangat berat bagi orang-orang berbicara tentang sesuatu yang tidak dia kerjakan/ tiada keteladanan dalam dirinya sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS As-Shaf (61) ayat 2-3 yg artinya;
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak.kamu kerjakan. Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Betapa banyak orang tua di zaman ini memerintahkan sesuatu pada anak yang tidak dilakukannya sendiri. Menginginkan anak rajin belajar dan berprestasi namun orang tua tidak pernah membiasakan diri membaca, menghadiri majelis ilmu atau kegiatan yang mendukung keilmuan lainnya. Meminta anak disiplin namun sering kali orang tua menunjukkan sikap sebaliknya. Mengharapkan anak menegakkan sholat dan mencintai Al Qur'an namun tidak pernah mengarahkan anak untuk melangkahkan kaki ke Masjid atau senantiasa berinteraksi dengan Al Qur'an.
Ini beberapa perkara yang menyebabkan apa yang diinginkan oleh orang tua tidak disambut baik oleh anak-anak sebab antara kata dan kenyataan tidak bersesuaian.
2. MENDIDIK DENGAN KEBIASAAN
Mendidik dengan kebiasaan di sini meliputi kebiasaan pendiktean, pendisiplinan pribadi dan pembiasaan di lingkungan bermain dan bergaul anak, kebiasaan yang baik ini baru akan bertahan dan membekas di memori anak harus dengan menanamkan tauhid yang benar dan kuat ( mengenalkan Allah dengan sifat-sifat Agungnya), akhlak mulia, jiwa yang agung, dan etika syari'ah yang lurus.
Mengenai pentingnya faktor pendidikan Islam ini Nabi SAW telah menguatkannya dengan beberapa hadist diantaranya ; HR. At-Tirmidzi
"Tidak ada hadiah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya yg lebih baik daripada pendidikan yang baik".
Jika sebagai orang tua kita mampu memberikan hadiah-hadiah mewah berupa materi kepada anak-anak kita seperti HP/gatget, pakaian, dan sejenisnya, maka dari sekarang mari kita sama-sama melirik hadiah-hadiah yang lebih kekal yang akan dibawa oleh anak-anak kita hingga bertemu RabbNya yakni berupa Pendidikan yang baik/ pendidikan Islami.
Setelah pondasi kuat dalam keluarga, kedua orang tuanya Sholeh, senantiasa mengajarkan prinsip-prinsip iman dan Islam yang kuat, maka hal berikut yang harus diperhatikan adalah faktor lingkungan, karena lingkungan ini juga akan sangat menentukan corak watak pribadi anak, sebagaimana Rasulullah Saw mengingatkan dalam sebuah hadits riwayat At-Tirmidzi yg artinya ;
"Seseorang itu tergantung kepada agama temannya. Maka perhatikanlah oleh salah seorang dari kalian dengan siapa seseorang itu berteman"..
Ada satu kisah dalam sebuah hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim:
"Dari ummat sebelum kalian ada seseorang yg telah membunuh 99 orang, kemudian ia bertanya tentang orang yang terpandai di muka bumi. Si pembunuh ditunjukkan pada seorang Rahib. Ia mendatangi sang Rahib dan berkata bahwa dirinya telah membunuh 99 orang, apakah ada kemungkinan bagi dirinya untuk bertaubat. Sang Rahib menjawab tidak, lalu dibunuh lah sang Rahib tersebut sehingga genaplah korban yg dibunuhnya menjadi 100 orang. Kemudian dia kembali bertanya tentang orang terpandai di muka bumi, lalu ditunjukkan padanya seorang ulama. Ia berkata pada ulama bahwa dirinya telah membunuh 100 orang, apakah ada kesempatan bagi dirinya untuk bertaubat? Ia menjawab, "Ya, siapakah yang bisa menghalangi seseorang untuk bertaubat? Pergilah ke suatu daerah karena di sana ada banyak orang yang beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah bersama mereka dan jangan lagi kamu kembali ke negerimu karena itu adalah negeri yang buruk".
Sang pembunuh pun pergi sampai ketika ia tiba-tiba di tengah perjalanan mendapati ajalnya. Saat itu malaikat azab dan malaikat rahmat berselisih. Malaikat rahmat berkata, ia mati dalam keadaan bertobat pada Allah. Malaikat azab berkata, ia belum pernah melakukan kebaikan sedikitpun kemudian datang malaikat yg berwujud manusia untuk mendamaikan di antara ke duanya. Ia berkata, ' ukurlah oleh kalian di antara dua daerah mana yang paling dekat, maka itu menentukan nasib si pembunuh ini.
Akhirnya merekapun mengukurnya. Ternyata daerah yang paling dekat dengan si pembunuh itu adalah daerah yang sedang di tuju. Malaikat rahmatpun langsung mengambilnya" (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Jika dalam pergaulan kita dilarang pilih-pilih teman karena sebab materi dan urusan dunia lainnya, maka dalam urusan Dien justru sebaliknya kita harus pandai-pandai memilih teman bergaul termasuk teman bergaul anak-anak kita. Karena berapa banyak anak-anak terjerumus pada keburukan disebabkan teman bergaulnya.
Contoh : kasus, maraknya penggunaan tramadol, pacaran.seksbebas dll...... semuanya tidak lepas dari pengaruh teman bergaul
Ada satu cerita.... siswa di sebuah sekolah saat ujian hari pertama ada, ketika memasuki hari berikutnya siswa tersebut tidak datang, ditanyakan orang tua dan keluarga tidak ada yg tau kemana perginya, setelah teman-teman sekolahnya diinterogasi ternyata mereka tau ceritanya, bahkan mereka tau temannya pergi dengan siapa karena merekalah yang mengantarnya sementara orang tua dan keluarga malah kebingungan mencari.
Demikianlah besarnya pengaruh teman bermain atau bergaul bagi anak-anak kita karenanya sudah menjadi tugas orang tua untuk mengarahkan anak pada teman-teman yang baik.
Namun ketika kita menghadapi kondisi lingkungan yang buruk kita tidak boleh serta merta menyalahkan, namun bagaimana kita bisa menjadi bagian dari solusi permasalahan tersebut. Berusahalah menciptakan suasana kondusif bagi anak dan lingkungan bermainnya.
Contoh solusi yang bisa kita lakukan ;
1. Membuat kelompok belajar di rumah tentunya sesuai bidang dan kemampuan yg kita miliki, sehingga anak kita dan anak-anak tetangga bisa berada dalam suasana belajar, mereka bermain bersama dan juga belajar bersama di bawah pengawasan kita sebagai orang tua.
2. Membuat TPA/TPQ, taman pendidikan Al-Qur'an atau kegiatan belajar membaca Al Qur'an di rumah dengan mengajak anak-anak tetangga sekitar atau semisalnya.
3. MENDIDIK DENGAN NASEHAT
Entah sudah berapa kali dinasehati tidak mempan, lelah saya terus mengingatkan, entah apalagi kalimat semisal mungkin pernah kita ucapkan ketika berhadapan dengan anak bermasalah, jika seperti itu mari dari sekarang kita sama-sama belajar untuk merubah kalimat kita dengan untaian nasehat dan kata-kata bijak, sebagaimana digambarkan dalam terjemahan Al Qur'an Surat LUKMAN: ayat 13 , yang artinya :
Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya di waktu ia memberi pelajaran padanya. " Hai anakku janganlah kamu menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang besar".
Metode menasehati bisa dengan bercerita kisah-kisah mengandung pelajaran ( seperti kisah para sahabat/ sahabiyah)
dengan metode dialog yg memerlukan jawaban dari pertanyaan, menyampaikan nasehat dengan memberikan contoh nyata sehingga mudah dipahami:
Perumpamaan orang yang membaca Al Qur'an seperti buah utrujah, baunya harum dan rasanya enak, perumpamaan orang yang bersedekah itu ibaratnya sebiji bulir padi dan tiap-tiap bulir....atau perumpamaan orang baik itu seperti pohon besar yang rindang dan berbuah lebat dll.
Perumpamaan mukmin itu seperti bangunan satu sama lain saling menguatkan, sambil Rasulullah menjalinkan jemarinya.
Contoh-contoh di atas adalah contoh metode pendidikan Islami yang bisa diterapkan pada anak-anak dan merupakan metode Ilahiah. Al Qur'an sudah sedemikian jelas memberikan gambaran.
Tulisan sebelumnya dengan sedikit penambahan.
Bersambung pada tulisan berikutnya.
Talabiu Bima
31 Maret 2019