SURAT CINTA DARI PESANTREN
By : Sri Wiyanti
Abi...Ummi ...
Tidak terasa waktu empat tahun itu hampir berlalu, satu episode perjuangan ini akan segera ku lewati. Terima kasih untuk semuanya, untuk keberanian Abi dan ummi melepaskan ku jauh ke pondok, padahal saat itu aku hanyalah seorang anak yang belum tau apa-apa, belum tau bagaimana mengiris makanan dengan pisau, belum tau bagiamana mencuci pakaian, bahkan sekedar menuangkan deterjen saja saat itu aku belum tau, juga kesabarannya memotivasi ku untuk bisa bertahan di pondok, ketulusannya mendo'akan ku sehingga Allah memudahkanku dalam menghafalkan lembar demi lembar kitab yang mulia ini.
Abi...Ummi...
Mungkin sebagian orang akan menganggapmu orang tua super tega. Orang tua yang tak punya rasa kasih karena melepasku untuk jarak yang jauh hanya demi belajar Al-Qu'ran. Padahal itu menjadi pengalaman pertamaku jauh dari Abi dan Ummi.
Aku tau Ummi terkadang harus menahan tangis ketika ada yang bilang, kenapa sih anak sekecil itu harus disuruh jauh-jauh mondok, apa gak ada tempat belajar yang bagus di sini? Toh orang lain juga yang sekolah di sini bisa sukses kok. Atau menahan tangis ketika rindu kami menyentak-nyentak hati.
Aku beruntung menjadi anak dari orang tua super tega seperti Abi dan ummi, berkat ketegaanmu aku sudah merasakan nikmatnya bercengkrama dengan Al Qur'an.
Abi... Ummi...
Do'akanku tetap Istiqomah dalam muroja'ah karena menjaga hafalan ternyata jauh lebih sulit dari sekedar menambah ayat demi ayat, lembar demi lembar hafalan ini. Jika saja Allah tak menjaga ku dari bermaksiat pada Nya niscaya hilanglah semua tanpa bekas.
Sebab ayat-ayat ini hanya lekat pada hati yang senantiasa tunduk meski terkadang ujian itu kerap kali menggoda hati untuk berpaling. Karenanya jangan pernah lelah mendo'akanku dalam setiap sujud panjangmu.
Abi...Ummi ...
Setiap kali rasa jenuh dan lelah itu mengendorkan semangatku. Teringat kembali nasehat dalam suratmu, Nak, bersabarlah dalam menuntut ilmu karena sesungguhnya Imam Syafi'i pernah berpesan :
"Barang siapa yang tak mau merasakan pahitnya menuntut ilmu sesaat, sepanjang hidupnya ia akan menjadi orang yang hina karena kebodohannya."
Kami rela menahan rindu dan menanggung semua kepedihan karena berpisah sesaat denganmu namun kami tak lebih mampu untuk melihatmu lalai dan jauh dari Al Qur'an.
Abi...Ummi...
Maafkan jika sesekali aku membuatmu kecewa, karena belum mampu memberi dunia yang membanggakan, tapi percayalah aku masih tetap memegang teguh cita-citaku yang kubacakan saat wisudah TPA sepuluh tahun lalu ; AKU INGIN MENJADI HAFIDZOH USTADZAH MUJAHIDAH. Menjadi perempuan kuat setegar shahabiyah mulia Al Khansa'. Seperti nama yang Abi dan Ummi sematkan padaku.
Saat itu selangkah lagi akan tiba, ku ingin segera mampu mewujudkannya, semoga menjadi hadiah terindah bagi Abi dan Ummi di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar