Senin, 15 Juni 2020

Rumah Pertama

πŸ’ͺ🌺   Rumah Pertama  🌺πŸ’ͺ

Bagaimana rasanya ketika pertama kali memiliki rumah? Bahagia dan bersyukur tentunya. Begitupun perasaan kami ketika pertama kali bisa memiliki rumah.

Bangunan kayu ( kami di Bima menyebutnya Uma panggu) berukuran 4×6 meter itu menjadi sesuatu yang luar biasa bagi hati kami saat itu. Membangunnyapun di atas tanah pinjaman peninggalan almarhumah nenek.

Cara Allah memang tak terduga, dengan mengirim seorang saudara jauh suami  untuk membantu kami memiliki rumah itu. Dia meminjamkan kami uang 3 juta rupiah sekaligus juga saudara itu yang mencarikan kayu bahan bangunan rumah.

Sampai saya bertanya pada suami.
Bi...!  Gimana ceritanya kok kita bisa dikasi pinjaman duit? Terus bayarnya kapan dan cara pembayarannya gimana?

Beruntun pertanyaan itu ku ajukan bak penyidik yang sedang menghadapi kasus serius.

Janji ya Bi, gak ada penambahan pembayaran? Serius aku takut kejebak utang riba. Cercaan pertanyaan ku tak juga selesai.
"Tenang yah..  ,!  Akupun gak akan mau meminjam dengan jalan seperti itu", jawaban suami menenangkan hatiku.

Berkeiiling kebun kelapa dan mangga di desanya demi mencari bahan untuk membangun rumah kami, dia juga yang mengolah kayunya hingga jadi papan, kebetulan dia bisa menggunakan mesin sensor kayu.

Proses membangunnya dilanjutkan suami yang jadi tukang kayu dadakan. Alhamdulillah.

Di rumah pertama itu anak ke-3 dan ke-4 kami lahir.  Di rumah itu juga kami memulai mengajarkan mengaji anak-anak  tetangga. Menghidupkan taklim sekali sepekan secara bergilir dengan teman-teman.

Setiap musim hujan rumah kami selalu menjadi sasaran banjir. Kadang airnya naik hingga tangga ke empat. Syukurlah gak sampai atas.

Terkadang lumpur begitu tebal sehingga ketika berangkat mengajar kami berdua terpaksa  nenteng sepatu hingga ke jalan.
Oh... Indahnya perjuangan. 😊πŸ’ͺπŸ’ͺ

Melihat kehidupan kami, pandangan prihatin kadang tertangkap dari wajah sekeliling,  namun kami  merasakan hal berbeda. Menikmatinya tentulah hanya tentang sudut pandang, bersyukur ataukah mengkufuri?

Beberapa kali pernah terlontar pertanyaan dari lisanku.
"Gimana perasaan Abi tinggal di rumah mungil kita? Apa abi gak malu dengan orang lain? ".
Suami malah balik nanya, "terus perasaan kamu sendiri bagaimana? "
"Saya sih santai saja Bi, meski mungil ini kan rumah kita sendiri".
"Justru Abi yang saya khawatirkan, takut merasa gak pede tinggal di rumah tipe 3 S ini, (rumah sangat sangat sederhana)" 😁.

Rumah kecil berpenghuni enam anggota keluarga  tentunya bisa dibayangkan.  Empat orang anak-anak tidur berdesakan di satu dipan. Sesak?  Tentu saja!  Namun kami menikmatinya dengan hati lapang.

Saat-saat itu justru menjadi tarbiyah terindah bagi semua, anak-anak dan juga kami sebagai orang tua.

Menjadi moment tepat menanamkan kesederhanaan sebab prakteknya sudah terasa tanpa diminta.

Belajar menahan diri dari apa yang menjadi penyebab Allah murka. Bersabar hingga dikaruniakan apa yang ada di dalam dada. Dalam keadaan ia halal sehingga tertuai kebarokahan yang didamba.

Sampai akhirnya Allah memberi kami rezeki lain untuk bisa memiliki Rumah ke.-2.❤πŸ’ͺπŸ’ͺ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar