Buah Tarbiyah
Hembusan angin sore menyapa kami di pelataran masjid terapung Amahami. Air laut berkilau tertimpa cahaya keperakan. Sungguh mewakili rasa kami pada kebersamaan yang indah. Sejenak kuabadikan moment bersama tiga bocahku.
Kaki kecilnya melangkah tanpa ragu memasuki Masjid. Sedikit pun tak menoleh ke arah kami bertiga. Atau mencoba mencari sandaran agar terlihat percaya diri di antara kaki-kaki kokoh yang berjalan ke arah yang sama. Berhenti tepat beberapa meter dari posisi imam.
"Allahu Akbar," takbirnya memulai dua rakaat takhiayatul masjid. Dari jauh kumemandangnya takjub serasa memuji Sang Pemilik Keagungan. "Maasyaa Allah," ucapku dengan netra membulat masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Dua bidadari kecil di samping ikut tersenyum melihat tingkah Si Bungsu.
Dua rakaat sunnahnya usai sempurna barulah Abinya memasuki masjid. Langsung mengambil posisi bersisian. Sedikit pun ia tak terusik, langsung meluruskan shaf karena sholat asar akan dimulai.
Bertiga bersegera menuju shaf perempuan. Sadar telat, sebab penasaran butuh penuntasan. Pemandangan tadi masih menyisakan tanya. Biarlah di perjalanan nanti kulanjutkan.
Usianya baru lima tahun awal Mei kemarin. Namun raut dan tingkah Bungsuku nampak menyalip usianya. Di sela waktu menunggu tentu hatiku berharap bahwa itu adalah buah Tarbiyah kami selama ini.
ππΊπΊπΊπΊπΊπΊπΊπ
Bima, 23 Agustus 2020
π Sri Wiyanti π
Tidak ada komentar:
Posting Komentar