Senin, 04 Desember 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd

Sebuah kesimpulan dan refleksi saya terkait pengalaman belajar pada Modul 2.3 adalah bahwa coaching merupakan kegiatan yang lebih mengedepankan pada proses membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Mengarahkan agar orang lain agar mampu menemukan solusi permasalahannya sendiri. 

Secara konsep dan praktik coaching memiliki perbedaan  dengan mentoring, konseling, fasilitasi dan training.  Mentoring didefinisikan sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. 

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Shwarz (1994). 

Sementara fasilitasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu. 

Berbeda lagj dengan Training, menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) training merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Seorang coach menerqpkan sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, menjadi semangat  yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. 

Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).  Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran.

Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara komunikatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan dari setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Sebagai guru pembelajar saya merasa teramat senang, tertantang dan, merasa beruntung ketika saya mengikuti pembelajaran tentang coaching untuk supervisi akademik. Mempelajari materi Coaching untuk Supervisi Akademik membuat saya seperti berada di ruang kemerdekaan belajar yang sesungguhnya. Saat menjadi coachee, maka saya merasakan betapa saya dihargai dengan digali dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya menemukan sendiri solusi dari permasalahan saya. 

Ketika menjadi coach, saya juga merasakan betapa kita harus belajar sabar untuk mau mendengarkan aktif, memberi kesempatan kepada coachee untuk menemukan solusi tanpa kita ikut campur tangan memberikan saran dan masukan. Saat menjadi pengamat saya juga belajar bagaimana menjadi pengamat yang harus sabar, belajar terbuka melihat sisi-sisi baik seseorang, tidak memberikan judgement dari apapun yang diamati.

Sesuatu yang sudah baik dalm proses belajar dalam diri saya adalah berusaha memberikan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual kepada siswa, mengajak siswa untuk belajar dengan kehadiran penuh dan well being. Serta membersamai dengan mindfulness. Untuk hal yang harus terus saya upayakan demi perbaikan ke depan adalah perlu adanya latihan yang berkelanjutan tentang praktik coaching ini sehingga kemampuan saya semakin meningkat. Dengan peningkatan kemampuan sebagai coach maka saya akan dapat mendampingi coachee baik dari siswa, rekan sejawat atau di lingkungan tempat tinggal dengan lebih baik dan bermakna.

Kompetensi Inti Coaching: 

(1) Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan kata kuci yang diajukan oleh seorang coachee.
Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang lain untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

(2) Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.

(3) Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presense sehingga badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

Alur Percakapan TIRTA :  
Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.
TIRTA terdiri dari tujuan awal di mana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi coaching berlangsung.

Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching: Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.
Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstruktif bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif, mencakup tujuan dari proses supervisi akademik. Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.
Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.
Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam paradigma berpikir coaching, yaitu: (1) fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Juga 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.
Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Dimana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.
A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

Salam guru penggerak
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Bima, 5 November 2023

Senin, 20 November 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL (PSE)

Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd
Guru SMPN 1 MONTA 
CGP Angkatan 9 Kabupaten Bima

1. Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan adalah sudah maksimal. Baik dari segi metode, strategi, langkah-langkah atau pendekatan pembelajaran yang saya gunakan termasuk pemilihan media pembelajaran. Sehingga dengan pemahaman tersebut terkadang tidak banyak upaya-upaya yang saya lakukan  untuk menjadikan kelas lebih hidup. Semangat pun terkadang naik turun.
Setelah mempelajari modul ini ternyata baru saya pahami bahwa masih banyak yang dapat saya lakukan untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan memenuhi tujuan pembelajaran. Baru saya pahami bahwa dalam rancangan atau desain RPP yang saya buat selama ini, ada bagian dari pembelajaran  sosial emosional di dalamnya. Baik dari aktivitas pembukaan, pertengahan maupun penutup. Dengan mempelajari modul ini saya jadi semakin menyadari bahwa kecerdasan  sosial emosional siswa sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan sosial emosional saya sebagai guru. Artinya, jika saya menginginkan anak-anak atau siswa-siswi saya memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka saya harus lebih dulu meneladani bagaimana saya berupaya menjaga stabilitas emosi saya, mengontrol setiap ucapan dan sikap saya baik di dalam maupun di luar kelas.  Kesadaran penuh (mindfullness) perlu saya tingkatkan  sehingga dapat lebih efektif  dan efisiensi dalam menghadapi berbagai karakter/pribadi siswa dan siswi saya yang muaranya adalah terciptanya suasana belajar yang kondusif menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.dengan baik.dan bermakna. 

2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman, nyaman dan  kondusif untuk menfasilitasi seluruh kebutuhan siswa di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being). Tiga hal mendasar yang penting yang saya pelajari antara lain ; Pertama, adalah konsep Pembelajaran Sosial Enosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Colaborative for Academic Sosial and Emosional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima ) kompetensi sosial dan emosional  (KSE) yakni  Kesadaran Diri, Manajemen Diri, Kesadaran Sosial, Keterampilan Berelasi dan Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab. Kedua adalah tentang pemahaman konsep kesadaran penuh (mindfullness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional (KSE) serta bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional  di kelas dan sekolah melalui 4 (empat) indikator yakni ;  Pengajaran eksplisit, Integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah serta Penguatan KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar dan kolaborasi dengan seluruh komunitas sekolah. Dan yang ketiga adalah tentang kesejahteraan psikologi (well-being). Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi sosial emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran sosial emosional sebagai suatu sistem yang saling berkaitan.

3. a. Perubahan yang saya terapkan di kelas pada siswa saya dengan membiasakan mindfullness pada setiap awal pembelajaran dengan mengenalkan pembelajaran emosional pada anak. Dengan pembiasaan ini diharapkan siswa dapat mengenali dirinya dan mengelola aset-aset yang ada pada dirinya sehingga memiliki kesiapan dalam belajar. Di samping itu juga menerapkan 5 KSE baik pada pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dengan melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan penerapan tersebut siswa diharapakan mampu mencapai well-being sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 

b. Perubahan yang saya terapkan pada teman-teman sejawat dengan berusaha menumbuhkan rasa percaya pada teman sejawat sehingga dapat mendukung teman sejawat dalam menerapkan kompetensi sosial emosional  dalam peran dan tugas sebagai guru dengan peduli kepada mereka. Selalu belajar merefleksi kemampuan sosial emosional  pribadi dan kolaborasi dengan teman sejawat untuk menciptakan struktur komunitas dalam pembelajaran sosial emosional dengan menyamakan persepsi tentang kompetensi sosial emosional sehingga  dapat tercipta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman yaitu lingkungan yang akan membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan perbedaan itu dapat saling melengkapi bukan menyaingi. Dengan penguatan KSE pendidik mampu meneladani, berkolaborasi  dan saling belajar sehingga mampu membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

Pembelajaran sosial enosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati dan mengelola emosi mengelola (kesadaran diri). Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri). Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi). Membuat keputusan yang bertanggungjawab ( pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Koneksi Antar Materi

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan terkait dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ibaratkan pelengkap yang menjadikan indah dipandang, proses yang nyaman dilalui dalam pembelajaran karena masing-masing komponen dapat saling menjaga sikap, tutur kata dan prilaku sehingga ketercapaian tujuan pembelajaran semakin maksimal.

Salam.guru penggerak
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Sabtu, 18 November 2023

JANGAN SALAH MEMAKNAI KATA IKHLAS


Oleh ; Sri Wiyanti

Saya pernah menjadi guru honorer sambil kuliah di sebuah Sekolah Menengah Atas. Ketika itu gaji saya Rp 68.000 (di tahun 2000-an). Hingga awal menikah saya masih bekerja di situ. Kepala sekolah saya seorang yang memiliki sikap empati yang luar biasa menurut saya, terbukti saya yang hanya seorang guru honorer ditawarkan modal usaha oleh sekolah. Dan luar biasanya lagi saya dibolehkan mencicil sesuai kemampuan dan tanpa tambahan sepeserpun. Jelas sekali seorang pemimpin lembaga Pendidikan Islam yang paham teori sekaligus praktik. Saya ingat betul ucapan beliau kala itu "Jangan khawatir Bu Yanti, sekolah kita ini punya banyak duit."

Ucapan beliau tidak main-main dan saya benar-benar diberi modal usaha. Bahkan karena kami keburu pulang kampung (kembali ke Bima) sisa hutang saya belum selesai dan beliau mensupport kami untuk lebih mengutamakan mendengarkan harapan orang tua daripada mengikuti jalan pikiran sendiri yang kala itu ingin tetap merantau. Sisa cicilan itu terselesaikan dengan insentif atas nama saya dan subhanallah sisanya masih dikirim ke Bima ditambah baju kaos dari penerbit karena saya sempat mengkoordinir penjualan LKS di sekolah. Kesan mendalam di hati saya tentang beliau sebagai seorang pemimpin. 

Sebenarnya fokus pembicaraan yang ingin saya sampaikan  adalah tentang ucapan beliau bahwa sekolah memiliki banyak duit. Entah beliau bermaksud berkelar atau bagaimana yang jelas saya sudah merasakan manfaatnya. Uang dari penjualan komputer itu menjadi modal kami memulai kehidupan baru di kampung sendiri.

Berawal dari pengalaman bersama beliau dan juga pemahaman kami akan beratnya tugas mendidik, maka hal yang sangat menjadi perhatian kami ketika mengelola lembaga pendidikan adalah dengan memperhatikan kesejaheraan guru. Berusaha menggaji semaksimal dari kemampuan keuangan sekolah tentunya. Yang jika saja diukur dari standar UMR masih jauh panggang dari api. Namun baru ini yang dapat kami lakukan karena memang sumber keuangan bertumpu dari pembayaran SPP siswa, hal ini berlaku pada semua jenjang TK, KUTTAB dan Baitul Qur'an. 

Dengan kondisi demikian pun terkadang masih ada yang berpikiran, Lembaga pendidikan Islam kok berbayar?" Ada juga yang berucap "Ustadz kok ceramah dan mengajar Al Qur'an berharap bayaran?" Artinya kita belum benar-benar memahami bagaimana seharusnya kita mengambil bagian dalam mewujudkan pendidikan yang baik dan benar-benar berkualitas sehingga keluarannya adalah anak-anak yang memang sesuai harapan kita, cerdas dan berakhlak mulia.

Bagaimana harapan itu bisa terwujud jika hak-hak guru atau ustadz dan ustadzah kurang kita perhatikan. Apakah kata keikhlasan harus merenggut hak-hak para guru atau Ustadz dan Ustadzah untuk bisa hidup layak? Sementara tuntutan kita sebagai orang tua dan masyarakat tidak mudah untuk mereka wujudkan. 

Agar kita tidak salah menghitung, jika wali murid membayar Rp 50.000,-/bulan untuk infak mengaji dengan pertemuan 16-18 kali sebulan, artinya setiap pertemuan hanya kita hargai Rp 2.777,- dan jika kita membayar SPP Rp 100.000/bulan dengan 26 kali pertemuan maka kita hanya membayar Rp 3.876,- per pertemuan. Nilai yang sangat tidak layak untuk tugas mengajar dan mendidik. Bahkan jika dibandingkan dengan uang saku anak-anak/hari tentu nominalnya tidak seimbang. Itu pun masih ada yang tega menunggak bayaran tanpa pemberitahuan atau konfirmasi dan ada juga yang tidak ingin membayar jika anaknya sering tidak hadir. 

Sungguh menyedihkan dan sesungguhnya ini teguran keras bagi orang tua yang memiliki kemampuan namun kurang perhatian terhadap kewajibannya. Adakah seorang baby sister yang mau dibayar Rp 100.000/bulan dengan kewajiban mengasuh sekaligus mendidik? Dan semua tugas itu dilakukan oleh seorang guru.
 
Apalagi terkadang ada wali murid yang bersikap kurang hormat pada guru atau ustadz dan ustadzah anaknya karena merasa sudah membayar? Mari kita sama-sama merenung sejenak tentang harapan kita yang tinggi namun usaha kita masih biasa-biasa saja. Karena sikap kita sebagai orang tua akan sangat berpengaruh terhadap keberkahan ilmu anak-anak kita.

Bahkan saya pernah membaca sebuah tulisan dari seorang Ustadz di sebuah group wali santri, menurut beliau adalah bentuk kedzoliman bila kita menunda pembayaran padahal sudah melebihi batas waktu kesepakatan pembayaran sementara kita adalah orang tua yang memiliki kemampuan, kecuali kita melakukan konfirmasi terlebih dahulu jika ada kendala dan itu pun harus dengan uzur syar'i.

Membangun pendidikan yang islami tidak mudah. Mendidik anak-anak bukan perkara ringan. Maka mari kita saling sokong dalam sinergitas. Antara orang tua, guru dan pengelola pendidikan serta masyarakat harus memiliki cara pandang dan visi yang sama akan pendidikan anak-anak kita. Jika bukan kita yang peduli, lalu pada siapa kita akan serahkan tugas dan tanggungjawab besar ini. Guru dan kami sebagai pengelola tidak mencari kekayaan dengan jalan ini, para guru hanya sekedar berharap bisa makan dengan layak sehingga memiliki energi yang cukup untuk menjalankan tugas mendidiknya.

Doakan dan sokong para guru dan sesiapa pun yang berjuang di jalan pendidikan, berusaha membangun generasi ini, karena gelar "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tidak cukup dan sama sekali tidak mampu menghilangkan rasa lapar.

#RenungandiHGN
#Renunganbagisemuaorangtua
#Ikhlasitutidakbermaknaserbagratis

Selasa, 07 November 2023

Mengapa Guru Perlu Menulis


By : Sri Wiyanti

Anda seorang guru tapi masih bertanya apa manfaat menulis? Masih malas memulai aktivitas menulis? Atau masih berpikir bahwa menulis sebagai kegiatan tak penting dan buang-buang waktu percuma? Jika anda benar seorang guru, maka buang jauh-jauh pikiran seperti itu, karena menulis itu bukan pilihan bagi profesi kita. Seorang guru wajib memiliki keterampilan menulis yang baik. Karena apa? Tugas-tugas yang melingkupi hari-hari seorang guru tidak dapat dilepaskan dari menulis.

Merancang RPP tidak mungkin bisa dilakukan jika tidak memiliki kemampuan menulis. Jika pun memilih RRP copas tentu tidak serta merta dapat digunakan tanpa diedit dan disesuaikan.dengan kebutuhan. Lagi-lagi di sini dibutuhkan ilmu kepenulisan. Terus kalau kita bikin PPT atau sejenisnya bisa dibayangkan desainnya pasti amburadul tanpa kemampuan menulis yang baik.

Lanjut ketika mengoreksi pekerjaan siswa, guru yang memiliki kemampuan menulis akan dapat mengoreksi hasil pekerjaan, tugas atau karya siswa dengan lebih maksimal dan teliti. Bukan hanya konten tapi termasuk teknik penulisannya. Ini bukan keterampilan bagi guru Bahasa Indonesia saja, namun menjadi bagian dari tugas kita sebagai guru secara umum.

Salah satu persyaratan kenaikan pangkat lebih-lebih lagi butuh karya tulis, Jika kita tak memiliki kemampuan menulis artinya siapa yang akan  membuat karya tulis tersebut? Jawabannya ada pada pribadi kita masing-masing. Itu baru beberapa alasan, sebenarnya masih banyak alasan lain mengapa guru perlu memiliki keterampilan menulis.

Bisa dibayangkan dalam mendesain kurikulum operasional sekolah saja masih ada yang asal-asalan. Mengetik dengan banyak typo, tidak diedit dengan baik pula. Artinya itu menandakan bahwa di sekolah tersebut tidak ada yang memiliki kemampuan menulis. Jadi fatal kan? Apalagi bila standarnya sekolah penggerak, jangan sampai terjadi.

Semoga guru-guru tergerak untuk menulis. Menulis bukan perkara kebutuhan mengikuti lomba atau sekedar mencari cuan, karena menulis bagi seorang guru adalah kebutuhan.

Bima, 7 November 2023

#MenulisMengasahKemampuandanKepekaan

Minggu, 05 November 2023

Refleksi Dwimingguan Mode 4 F. Modul 2.1


Mode Jurnal 4 F (Facts, Feelings  Findings, Future)


Kertas warna-warni yang menghadirkan inpirasi. Inpirasi dalam menciptakan suasana kelas yang hidup, enerjik, dan aneka pengalaman baru seperti warna-warni kertas stcky notes. Kertas kecil warna-warni menarik yang kukenal dalam sesi Lokakarya Calon Guru Penggerak.

Mengingat respon kami dengan penggunaan kertas sticky notes pada kegiatan lokakarya, sehingga timbul ideku untuk menggunakannya di kelas ketika bersama siswa-siswiku. Jika kami sebagai orang dewasa saja begitu antusias ketika menggunakannya, asumsiku tentu lebih lagi bagi anak-anak seusia mereka. Dan benar saja, berawal dari satu kelas, hingga akhirnya mampu kuterapkan di semua kelas yang kuajar, reaksi yang diberikan semua sama. Kelas menjadi penuh dinamika, seru dan pembelajaran siswa aktif terwujud.

Secara umum tiada kendala berarti karena siswa belajar dengan penuh antusias. Hanya saja terkait dengan penyediaan sticky notes yang memang lumayan menguras isi kantong. Bisa dibayangkan dengan enam kelas yang diajarkan, butuh persiapan yang tidak sedikit. Belum lagi sikap siswa yang terkadang usil, kertas sticky note bagiannya dijadikan mainan sehingga meminta tambahan kertas baru meski sudah beberapa kali diingatkan untuk menggunakannya seefektif dan efisien mungkin.

Terkait kendala ini muncul ide untuk mengusulkannya kepada pihak sekolah agar dapat menyediakan kerta sticky notes ini agar dapat digunakan juga oleh guru-guru lain. Sehingga semangat berubah itu bisa menyebar pada yang lain. Karena bisa jadi keterbatasan biaya membuat guru-guru lain enggan untuk menggunakannya meski disadari sisi kebermanfaatannya dan pengaruhnya terhadap terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan keterlibatan yang optimal bagi siswa-siswi yang sebelumnya cenderung pasif.

Melihat reaksi anak-anak di semua kelas yang saya ajarkan membuat saya bahagia dan semakin termotivasi untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka. Semakin saya menyadari bahwa peran saya sebagai pemimpin pembelajaran sangat berarti dalam menumbuhkan semangat dan motivasi belajar bagi siswa-siswi. 

Pembelajaran berharga yang saya dapatkan adalah bahwa semangat kita sebagai guru ketika bertemu dan berhadapan di kelas sangat memberikan pengaruh terhadap siswa-siswi kita. Jika kita datang dengan wajah ceria dan motivasi yang tinggi tentu respon siswa-siswi kita juga demikian. Berbeda ketika kita hanya sekedarnya saja menyiapkan diri bekal bertemu di kelas, tentu reaksi siswa-siswi kita menjadi terbatas pula, bahkan mereka cenderung pasif dan kurang peduli dengan proses pembelajaran yang berlangsung.

Berdasarkan pengalaman tersebut saya menyadari bahwa masih butuh kreativitas dan kesabaran yang tinggi, untuk dapat menjadi guru yang dirindukan. Terkadang kita menyalahkan siswa-siswi kita karena kurangnya  respon positif mereka terkait  pembelajaran, padahal kenyataan kita sebagai guru masih menerapkan  sikap egois dan igin menang sendiri. Kurang memedulikan kebutuhan siswa-siswi kita. Masih mengajar dengan metode yang monoton dan seringkali mati gaya dalam menghadapi siswa-siswi kita.

Setelah melakukan praktik berulang kali di kelas berbeda, saya semakin yakin bahwa bila saya rutin menggunakan berbagai media yang menarik salah satunya dengan menggunakan kertas sticky notes tentu akan meningkatkan semangat belajar siswa-siswi saya ke depannya, menambah partisipasi aktif mereka dalam berkolaborasi dengan teman-temannya. Sehingga kelas benar-benar hidup dengan beragam minat serta kecenderungan siswa-siswi saya, ibarat warna-warni pelangi.


Bima, 4 November 2023

Rabu, 01 November 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi



@Sri Wiyanti, S.Pd


Definisi Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya menyesuaikan proses pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar  setiap individu peserta didik  dengan berdasar pada serangkaian keputusan yang masuk akal.

Pembelajaran Berdiferensiasi juga dapat didefinisikan sebagai proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran sesuai  dengan kemampuan , apa yang disukai dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dari merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox dan Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017).

Ciri-ciri Pembelajaran Berdiferensiasi
1. Berorientasi pada kebutuhan belajar murid
2. Berdasarkan pada keputusan yang masuk akal
3. Pembelajaran siswa aktif
4. Terdapat penilaian berkelanjutan
5. Manajemen kelas efektif
6. Evaluasi kesiapan diakomodir dalam kurikulum

Cara Menerapkan di Kelas
1. Menetapkan tujuan pembelajaran
2. Memetakan kebutuhan belajar murid
3. Menentukan.strategi pembelajaran
4. Menentukan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi yang akan dijalankan.

Cara memenuhi kebutuhan murid melalui pembelajaran berdiferensiasi  dengan menggunakan 3 strategi, yaitu : 
1. Diferensiasi konten
2. Diferensiasi proses
3. Diferensiasi produk

Kaitan Modul 2.1 Dengan Modul Lainnya

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai.


Guru SMPN 1 MONTA
CGP ANGKATAN 9 KAB. BIMA

Salam guru penggerak :
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Bima, Kamis, 2 November 2023

Kamis, 19 Oktober 2023

Tugas Modul 1.2 Tentang Disiplin Positif

Tugas Modul 1.4 Koneksi Antar Materi Tentang Budaya Positif.

@Sri Wiyanti
Guru SMPN 1 MONTA KAB. BIMA
Calon Guru  Penggerak Angkatan 9 

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. Lantas bagaimana keterkaitan antar materi dari modul-modul tersebut? Dapat kita simak pada penjelasan berikut.

Sebagaimana yang sudah saya paparkan di atas bahwa pada modul 1.4 
kita juga mempelajari nilai-nilai kebajikan universal yang juga telah diperkenalkan pada modul 1.2 yang berarti nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. Seperti yang telah dikemukakan oleh Dr. William Glasser pada Teori Kontrol (1984), menyatakan bahwa: 

"Setiap perbuatan memiliki suatu tujuan," dan selanjutnya Diane Gossen (1998) mengemukakan bahwa : "Dengan mengaitkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini seseorang maka motivasi intrinsiknya akan terbangun, sehingga menggerakkan motivasi dari dalam untuk dapat mencapai tujuan mulia yang diinginkan."

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan pada murid kita.

Visi guru penggerak yang berpihak pada murid tentunya menjadi sebuah visi untuk setiap guru menjadi pribadi yang tergerak, bergerak, dan menggerakkan sesama guru agar menjadi agen perubahan paradigma pembelajaran baru yaitu pembelajaran yang berpihak pada murid. Bergerak untuk memperkenalkan budaya positif yang membawa murid kepada perubahan positif.

Pada modul ini saya juga jadi memahami memotivasi seseorang dalam melaksanakan  disiplin ;

1. Untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman
Seseorang yang menjadikan kamus Ini adalah tingkatan paling rendah, lebih rendah dari motivasi perilaku manusia. Biasanya orang yang motivasi perilakunya untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, akan bertanya, apa yang akan terjadi apabila saya tidak melakukannya? Motivasi ini bersifat eksternal.

2. Untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain.
Satu tingkat di atas motivasi yang pertama, disini orang berperilaku untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain. Motivasi ini juga bersifat eksternal.

3. Untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. 

Orang-orang yang mampu memberi nilai dengan motivasi inilah yang kita harapkan. Mereka akan melakukan sesuatu karena nilai-nilai yang mereka yakini dan hargai. Motivasi ini merupakan motivasi intrinsik. 
Hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Modul ini juga membelajarkan saya untuk mengetahui perbedaan hukuman, konsekuensi dan segitiga restitusi. Perbedaan tersebut adalah bahwa disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk jangka waktu pendek.
 
Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa memonitor murid.

Segitiga restitusi mengajak kita untuk melakukan penanganan kasus/pelanggaran dengan 3 langkah yaitu :

Menstabilkan Identitas

Pada fase ini guru diharapkan mampu mengubah paradigma bahwa murid itu gagal, dan menggantikannya dengan paradigma bahwa murid akan menjadi orang yang sukses

Validasi Tindakan Yang Salah

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengidentifikasi secara jelas kesalahan yang dia lakukan dengan validasi tentang apa yang sudah dilakukan dan ke depannya memvalidasi alasan apa dia melakukan hal tersebut atau  apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan kebaikan yang diinginkan.

Menanyakan Keyakinan Kelas

Selanjutnya sebagai tahap terakhir ata kertiga menanyakan keyakinan kelas yang sudah disepakati. Apakah keyakinan kelas yang ikut? yg sudah dibuat sebelumnya.
Ketiga Langkah segitiga restitusi ini menjadi sebuah budaya positif untuk kita lakukan

Bima, 19 Oktoner 2023

Kamis, 14 September 2023

SAATNYA ENGKAU MEMINANG BIDADARI PART 2

Saatnya Engkau Meminang Bidadari
(Pesan Cinta Untuk Anak Lelakiku)

By : Sri Wiyanti

Anakku, ketika Allah mengizinkanmu menggenapkan separuh dienmu. Ingatlah pesanku ini.

Perempuan yang akan mendampingimu adalah perempuan seperti aku, ibumu. Maka muliakan dia sebagaimana engkau memuliakanku. Sayangi dia sebagaimana engkau menyayangiku. Pahami kelebihan dan kekurangannya karena tiada perempuan sempurna di dunia ini. Hadirmu lah pelengkap kekurangannya, penyeimbang ketimpangannya. Kau akan menjadikan dia bersinar lebih indah dari sebelumnya. Bersinar dalam ketakwaan dan ketawadu'an.

Anakku!
Menjadi qowwam itu tidak mudah. Tapi dengan dukungannya tugasmu akan dimudahkan oleh-Nya. Kuasamu atasnya tak berarti kau berhak mematahkannya. Justru tugasmu adalah meluruskan kebengkokannya dengan penuh kelembutan dan hikmah.

Perempuan yang kau nikahi tentu memiliki harapan tinggi dengan hadirmu di sisinya, maka perhatikan baik-baik tentang perasaannya. Memenangkan hatinya artinya engkau telah memenangkan seluruh jiwa raganya. Sedikitnya nafkah lahir lebih dia sukai dari berkurangnya perhatianmu akan perasaannya.

Berusahalah memaksimalkan fungsi pelayananmu sebagai pemimpin, niscaya sepenuh keta'atan engkau dapatkan. Perempuan itu unik, namun dia juga teman curhatan paling asyik. Ketika pikiranmu diliputi permasalahan pelik, berbagilah dengannya niscaya engkau akan menemukan solusi.

Ketika kau dihadapkan dengan satu sikapnya yang tak kau sukai percayalah di sebaliknya ada banyak keistimewaan yang belum mampu kau cermati sehingga tak kau temui. Ingatlah selalu komitmen kebersamaan yang sudah kalian bangun niscaya sedikit hambatan tak akan membuat duniamu runtuh apalagi terburu-buru memilih untuk mengakhiri. Semoga tidak pernah terjadi.

Pahamilah olehmu bahwa munculnya hambatan dalam perjalanan kebersamaan hanya tersebab tersumbatnya keran komunikasi. Dengan komunikasi dan diskusi insya Allah selalu  ada solusi dari setiap keadaan dan ujian diri.

Wahai anakku
Perempuan yang kau nikahi  bukan untuk dijadikan  barang pajangan tapi akan menjadi teman seperjuangan. Teman yang akan mendampingimu mengarungi bahtera tidak sebatas perihal urusan dunia tapi tentu dia akan menjadi sahabatmu hingga surga. Bantu dia memoles kecantikan akhlaknya, menata kepantasan dirinya untuk menjadi seorang istri dan ibu yang sholihah. Jadikan dia bangga dan bersyukur telah memilihmu menjadi pemimpin di rumah tangganya.

Talabiu Bima, Ahad 4 Juni 2023
🌺🌺🌺❤❤❤

#MenulisMerawatIngatan
#MenulisMengasahKepekaan
#MenulisMembuatkuSelaluBerpikirPositif

SAATNYA ENGKAU MEMINANG BIDADARI PART 1

Saatnya Engkau Meminang Bidadari
(Pesan cinta untuk anak lelakiku)

Oleh : Sri Wiyanti

Wahai anak lelakiku. Saat itu kelak akan datang. Waktumu untuk melamar Sang Bidadari impian hati. Namun sebelum saatnya tiba persiapkan dirimu sebaik yang kau ingin pada calon bidadarimu nanti.

Saatnya engkau memutuskan untuk melamar. Pastikan kau melangkah dengan mantap. Kesungguhanmu itu yang ditunggu-tunggu. Lamaran bukan ajang coba-coba. Atau hanya untuk memberi harapan semata.

Perempuan memang menghajatkan ketampanan. Tapi tanggung jawab itu lebih dia harapkan. Karena engkau lah nanti yang akan memikul sepenuhnya tanggung jawab ayahnya setelah ijab qabul diucapkan.

Bila tiba kesempatan ta'aruf. Percayakan kepada orang yang amanah. Agar informasinya akurat.  Kau boleh melihatnya. Karena memilih pasangan tentu tidak seperti membeli kucing dalam karung. Tapi ingat wahai anak lelakiku. Pilihan akan kau jatuhkan bukan semata-mata perkara fisik. Kecantikan fisik bisa dipoles. Kecantikan akhlak tidak bisa dibeli di salon kecantikan mana pun.

Kau berhak memilih karena kecantikannya. Juga karena nasab kebangsawanannya. Atau tersebab hartanya. Tetap harus kau ingat. Memilih karena agamanya lebih selamat.

Perempuan yang baik agamanya, tak risau dengan sedikitnya harta. Ia memiliki sifat qona'ah. Ia sabar mendampingimu kala suka. Ia tawadu' disaat kau bergelimang harta. Dengan diennya dia akan menjaga hartamu. Kehormatanmu. Kala dekat ataupun jauh.

Tentang harta, tahta, jangan jadikan penghalang. Karena kau tidak sedang berniaga. Bukankah rezekimu telah Allah jamin? Lalu apa yang engkau khawatiri?

Perempuan yang kau cari tak harus seperti ibumu. Karena ia pribadi yang berbeda. Namun pilihlah ia yang kelak pantas untuk menjadi ibu bagi anak-anakmu. Menjadi madrasah terbaik di rumah tanggamu.

Jika harapanmu menginginkan yang sempurna. Selamanya tak akan bersua. Ujungnya kau akan kecewa.

Jika impianmu adalah sosok penyayang. Perempuan yang memuliakanmu. Memposisikanmu layaknya seorang pemimpin. Menghormati dan mencintai keluargamu. Maka jawabannya ada padamu. Karena engkaulah yang memegang kunci kendalinya.

Talabiu Bima, Selasa, 31 Mei 2022

Jumat, 01 September 2023

Tugas Modul 1.1


Assalamu'alaikum Warohmatulohi Wabarakatuh. 

Pada kesempatan ini saya akan memaparkan salah satu tugas Modul 1.1 Tentang :

Konektivitas Antar Materi Berupa Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Oleh : Sri Wiyanti, S. Pd.
Guru SMPN 1 MONTA KAB. BIMA

Menurut Ki Hajar Dewantara, Pendidikan adalah tempat persemaian  benih-benih  pendidikan dan kebudayaan. Ki Hajar Dewantara membedakan Kata pendidikan dan Pengajaran, (Pengajaran adalah bagian dari Pendidikan). Pendidikan memberi tuntunan sesuai kodrat yang dimiliki anak agar mencapai kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat.

Dalam menuntun kodrat anak, guru ibaratkan seorang petani. Mencoba memberi ruang tumbuh kembang yang sesuai dengan maksimal. Anak diberikan kebebasan namun seorang pendidik tetap menjadi pamong, mendampingi dan mengarahkan potensi anak didik. 

Pendidikan anak itu harus disesuaikan dengan tempat di mana mereka tumbuh (kodrat alamnya) dan tuntutan masa atau zamannya (kodrat zaman). Meski anak didik diberikan kebebasan memilih dan menentukan cara terbaik bagi pengembangan potensi dirinya, dalam interaksinya anak didik harus
mampu memfilter pengaruh buruk dari luar sehingga tidak membawa implikasi negatif bagi tumbuh kembangnya. 

Analoginya, jika menanam jagung maka perlakukanlah dia sebagai jagung, jangan memperlakukannya seperti padi atau tanaman lain. Dan bila ingin jagung itu tumbuh secara maksimal maka biarkan dia tumbuh dengan cara dan tempat yang semestinya. Gulma dan aneka tanaman pengganggu cukup disiangi dan dibersihkan agar tanaman tetap tumbuh dan menghasilkan secara maksimal. Demikian pula dalam mendidik anak. 

Sebagai seorang pendidik saya memosisikan diri sebagai layaknya seorang  tukang kebun. Dan anak didik ibaratkan berbagai jenis tanaman bunga aneka rupa. Mereka diperlakukan sesuai kebutuhan tumbuh kembangnya sehingga pada saatnya mereka akan menguncup dan mekar sempurna dengan warna-warni indah mengagumkan. Menebar kemanfaatan bagi diri dan lingkungannya. 

Prinsip seorang Pamong, dalam hal ini adalah sebagaimana semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa dan Tut Wuri Handayani. Di depan menberikan contoh keteladanan yang baik, di tengah mendampingi dengan berjuta ide dan gagasan membangun serta di belakang memberikan dorongan memantik semangat. 

Pendidikan adalah sebuah proses yang harus terus berlangsung, memerlukan kerjasama yang sinergis dari semua pihak untuk mewujudkannya karena merupakan pekerjaan untuk menjemput peradaban sehingga prosesnya tidak boleh terhambat. 

Bagaimana penerapan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dalam konteks pembelajaran lokal masyarakat Bima? Praktik ini dapat kita temukan pada interaksi di masyarakat dalam berbagai aktivitas keseharian seperti pada serangkaian kegiatan 'mbolo weki' yang umumnya dijumpai pada rangkaian upacara perkawinan, khitanan, selamatan berangkat haji dan masih banyak lagi kegiatan semisal. 

Lebih khusus di lingkungan sekolah berupa pembiasaan  menggunakan budaya tutur yang baik seperti 'Maja labo Dahu, Kalembo Ade, Santabe, dan juga penerapan konsep kepemimpinan sebagaimana yang dikenal dengan istilah 'Nggusu Waru' dalam masyarakat Bima ( Dou Mbojo).


Sebagai refleksi terhadap pemikiran Ki Hajar Dewantara saya akan mencoba memaparkan dengan panduan pertanyaan di bawah ini. 

1. Apa yang anda percaya tentang murid dan pembelajaran sebelum mempelajari modul 1.1? 

Konsep pedidikan pemikiran Ki Hajar Dewantara ini sebenarnya bukanlah satu hal yang asing atau baru. Karena sebelum saya mengikuti kegiatan Calon Guru Penggerak Angkatan 9 saya sudah sering mendengar dan membaca konsepsi ini. Berawal dari kebiasaan saya yang suka membaca, sehingga ketika  mendengar ada hal-hal baru terkait pendidikan membuat saya terdorong untuk mencari tahu. Dengan dasar itu saya mulai menerapkannya pada murid-murid saya. Meski sesederhana mungkin menyesuaikan dengan kondisi sekolah dan kesiapan peserta didik. 

Saya meyakini bahwa setiap manusia telah dibekali potensi kebaikan dan juga keburukan. Demikian juga dengan peserta didik. Sebagai Guru tugas saya adalah berusaha menemukan potensi kebaikan itu dan mengasahnya dengan baik agar tajam. Dengan tajamnya potensi kebaikannya maka potensi negatif dengan sendirinya akan terkalahkan. 

Menyadari hal tersebut, saya memandang peserta didik bukanlah kertas kosong yang dapat kita corat-coret semau kita. Namun sekali lagi kesadaran tersebut masih memerlukan penguatan karena tanpa saya sadari masih sering mengagung-agungkan nilai kognitif atau angka-angka pada lembar tugas mereka. Masih sering merasa kecewa dengan peserta didik yang kurang memenuhi target-target nilai yang sudah sedemikian saya rancang. 

2. Apa yang berubah dari pemikiran dan perilaku anda setelah mempelajari modul ini. 

Setelah mempelajari modul 1.1 tentang Konsep Pemikiran Ki Hajar Dewantara, apa yang saya pahami sebelumnya akhirnya mendapatkan penguatan. Saya semakin berusaha untuk menjadikan pembelajaran yang berpusat pada murid. Pembelajaran  yang menumbuhkan  karakter positif. Lebih banyak mendengarkan mereka. Lebih banyak memberi ruang bagi mereka untuk menyampaikan keinginannya. Tidak mudah terpancing dengan sikap-sikap negatif yang ditunjukkan, namun justru menjadikannya kesempatan untuk mencoba melihat sisi positif di sebaliknya. Dengan mengarahkan serta menuntun mereka ke arah nilai-nilai kebaikan. 

Secara pribadi saya semakin serius menyiapkan diri, mengasah kemampuan pada banyak kompetensi yang belum saya miliki sebelum saya mengajak anak didik untuk berubah. Keteladanan harus dimulai dari saya sebagai guru agar ketika berbicara maka akan menjadi sangat efektif untuk dicontohi. 

Mencoba mengembangkan pembelajaran yang inovatif dan kolaboratif dalam kelompok-kelompok diskusi kecil. Memantik rasa percaya diri peserta didik dengan pemberian tugas secara bergilir, mengerjakannya dengan sinergis, memberi kesempatan seluas-luasnya bagi mereka untuk mengkomunikasikan hasil tugasnya di depan kelas sehingga menghadirkan sikap optimistis.

Dari pembelajaran di modul 1.1 ini saya merasa termotivasi secara pribadi karena potensi saya sebagai guru juga ikut terekspos dengan tagihan tugas-tugas yang variatif dan menantang. Dipacu untuk memaksimalkan kemampuan yang ada pada diri dengan menggali terlebih dahulu potensi diri sebelum menularkannya kepada orang lain. 

Satu hal lagi yang semakin saya sadari bahwa untuk keberhasilan pendidikan, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat harus ada kesamaan visi dan misi. Ada jalinan komunikasi yang selaras dalam mewujudkan visi dan misi pendidikan. Salah satu dari ke tiganya tidak boleh abai dalam memainkan perannya masing-masing. Bahu-membahu memberikan kontribusi bagi kemajuan pendidikan. 

3. Apa yang dapat segera Anda terapkan lebih baik agar kelas anda mencerminkan pemikiran Ki Hajar Dewantara?

Seperti yang sudah saya jelaskan pada dua poin di atas, bahwa inti dari pemikiran Ki Hajar Dewantara ini sebenarnya sudah saya pahami dan sudah saya lakukan dalam kelas-kelas belajar selama ini. Hanya saja belum maksimal. Karenanya setelah mendapat materi yang lebih lengkap dan pemahaman saya lebih komprehensif terkait hal tersebut maka saya memiliki tekad yang kuat untuk segera mengaplikasikannya dengan lebih baik, dan lebih terarah dalam pembelajaran di kelas. 

Saya akan berusaha lebih fokus pada apa yang diinginkan dan dibutuhkan peserta didik dalam pembelajaran. Dengan tetap menekankan pada pentingnya adab dan akhlak terpuji sebagai penghias dari ilmu pengetahuan yang dimiliki. 

Saya ingin lebih bisa mengedepankan prasangka baik dengan apa pun kondisi peserta didik yang saya temui. Mengasah kepekaan, melibatkan seni dalam mendidik serta menghadirkan cinta. Karena pekerjaan mendidik sesungguhnya kita sedang mengisi ruang-ruang hati peserta didik dengan ilmu yang kita harapkan kelak bermanfaat baik dirinya dan orang lain serta masyarakat luas. Pendidikan yang melibatkan rasa cinta pasti akan lebih dapat diterima dan melekat kuat di hati peserta didik. 

Berbekal kemampuan yang saya miliki, saya tetap ingin menjadikan kelas-kelas yang kondusif, di mana peserta didik diharapkan tak hanya cerdas dan berkarakter baik namun juga menikmati proses belajarnya dengan bahagia.


Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya. 

Terima kasih. 
Salam Guru Penggerak! 

Tergerak, bergerak, menggerakkan. 

Wassalamu'alaikum warohmatulohi wabarakatuh.

KONSEP KEPEMIMPINAN PADA FILOSOFI NGGUSU WARU

Sebuah Konsep Kepemimpinan Pada Filosofi Bima Nggusu Waru

Oleh ; Sri Wiyanti, S.Pd.

Secara definisi Nggusu Waru adalah sebuah tradisi sosial berupa budaya tutur pada masyarakat Bima (Dou Mbojo) yang diwariskan secara turun temurun, berupa sebuah harapan untuk mencapai sebuah cita-cita mulia, yakni terciptanya sebuah masyarakat madani.

Nggusu berarti sudut dan Waru berarti delapan. Sebuah filosofi yang menggambarkan delapan sudut pandang  kehidupan orang Bima yang memuat nilai moral, budaya dan serta agama yang tentu bersumber dari pemahaman ke Islaman yang kental dari masyarakatnya. 

Delapan dimensi universal yang dianut oleh masyarakat Bima ini adalah ;

1. To'a di Ruma ro Rasu (taat) 
Kalimat yang memiliki makna mendalam akan kewajiban untuk mena'ati Allah dan Rasul-Nya dalam peribadatan atau pun dalam interaksi sosialnya. 

2. Maloa ro ma Bade (cerdas) 
Artinya menunjuk pada pentingnya proses belajar, menuntut ilmu sehingga orang Bima harus memiliki kecerdasan dan wawasan yang luas. 

3. Mantiri Nggahi ro Kalampa (jujur
Adanya kesamaan serta keselarasan antara kata dan perbuatan. Di dalamnya secara inplisit ada nilai kejujuran yang harus dijunjung tinggi. Menggambarkan karakter pribadi yang dapat dipercaya. 

4. Mapoda Nggahi ro Paresa (adil) 
Senantiasa berkata benar dan berpihak pada kebenaran. Menetapi rasa keadilan bagi semua orang tanpa memandang bulu atau membeda-bedakan status sosial. 

5. Mambani ro Disa (Bertanggung jawab) 
Mambani di sini secara bahasa berarti pemarah. Namun dalam konteks Nggusu Waru maknanya lebih kepada adanya sifat kesatria, membenci perbuatan melanggar norma adat, budaya lebih-lebih agama. Memiliki rasa tanggungjawab yang tinggi terhadap amanah atau tugas yang diemban. 

6. Matenggo ro Wale (sehat dan kuat) 
Menggambarkan keharusan bagi orang Bima untuk memiliki fisik yang sehat lagi kuat. Sehat paripurna antara jiwa dan raga. 

7. Ma Bisa ro ma Guna (berwibawa dan berpengaruh) 
Jika dimaksnai langsung arti katanya berarti berwibawa dan sakti. Wibawa yang muncul dari berkumpulnya nilai-nilai ketaatan, kecerdasan, kejujuran dan karakter positif lainnya. Serta kesaktian dalam pengertian tutur kata serta prilakunya memberi pengaruh luas. Apa yang diucapkan dan dilakukan akan mendapat  tanggapan dan dukungan dari orang lain karena senantiasa menebar manfaat bagi lingkungannya. 

8. Londo Dou Mataho (Keturunan yang baik) 
Kalimat pamungkas ini menunjuk pada sikap moral yang baik. Melihat kemampuan seseorang berdasarkan keturunannya. Seperti dalam budaya Jawa kita mengenal istilah menilai seseorang dari bibit, bobot dan bebetnya 

Filosofi Nggusu Waru yang diusung masyarakat Bima atau Dou Mbojo merupakan sebuah nilai universal yang cocok diterapkan dalam semua lini kehidupan. Apabila kita tarik korelasi filosofi Nggusu Waru dengan filosofi Ki Hajar Dewantara terkait semboyan Ing Ngarsa Sung Tolodho, Ing Madya Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani keduanya seiring sejalan, sama-sama menjadi rel perjalanan hidup yang lurus dan kokoh. 

Jika pada Filosofi KHD memberikan rambu-rambu tentang bagaimana seseorang berbuat atau berlaku sebagai bagian dari masyarakat atau terkait dengan tugas kepemimpinannya, maka pada filosofi Nggusu Waru lebih pada penekanan tentang bagaimana karakter yang harus ada pada diri seseorang, pada semua bidang profesi yang diemban, lebih-lebih mereka yang diamanahi tugas kepemimpinan.

Filosofi Nggusu Waru dalam kehidupan lingkungan sekolah perlu diterapkan sehingga lestari sebab di dalamnya ada nilai ketaatan/religius, nilai kejujuran, nilai keadilan, tanggungjawab,  kepemimpinan dan budi pekerti yang harus dimaknai dan diaplikasikan secara mendalam oleh anak-anak dalam kehidupan nyata. 


Talabiu Bima, 24 Agustus 2023

Sebagai penutup izinkan saya membacakan sebuah puisi tentang NGGUSU WARU. Salah satu puisi saya yang dimuat di Harian Lombok Pos. 

Nggusu Waru


By : Sri Wiyanti


Agung
Tradisi mulia
Dana mambari mengusungnya
Cita Citra Dana Mbojo


Taqwa
Penyanggah utama
Loa ro bade mengokohkan
Ruku ro rawi menghias indah


Jaga
Nggahi ro eli
Perjuangkan mori ra woko
Mbani ro disa menjadi tamengnya


Keta'atan
Langkah ikhtiar
Dunia dikecap sewajarnya
Mendulang pahala bermuara ridho-Nya


Taqwa
Erat mendekap
Filosofi Nggusu Waru
Dana Mbojo pasti maju



Catatan di perjalanan sepulang sekolah
Bima, 24 Maret 2022