Ketika Alam Tak Lagi Bersahabat
By : Sri Wiyanti
Air bah menderas
Memporak-poranda
Mengganas menerjang menggila
Semua tersapu tanpa tersisa
Ternak-ternak mengerjap
timbul tenggelam di antara deru air
bercampur lumpur gunung yang ikut tergerus.
Rumah-rumah tergenang bahkan nyaris tertelan hingga atap
Manusia berlarian mencari jalan selamat
Lalu....aku berteriak lantang
Menyalahkan hujan yang tak jua mau berhenti
Sedang ia hanya melaksanakan titah Rabbnya
Menebar manfaat menumbuhkan keberkahan
Lalu...aku menyalahkan gunung
mengapa tak lagi mampu menahan hujan
Aku jadi mendadak lupa
Jika tangan kotorku lah yang telah mencabik-cabiknya dengan serakah
nafsu angkara murkaku yang telah meluluh-lantakkan tanpa rasa
Membabatnya hingga tiada tersisa
Daratan tak lagi mampu membendung hasrat duniaku
Isi lautan tak lagi cukup memenuhi rasa inginku yang haus dan tamak
Sedang perutku hanya butuh sepiring nasi, segelas air
kusadari semua itu, namun...
jiwaku yang kotor tak lagi mampu memilah antara keinginan dan kebutuhan
Nuraniku telah tercerabut hingga akarnya
Jadi pantaslah
Banjir bandang yang datang
Tak lagi membedakan mana kawan dan lawan. Tak lagi bertanya siapa salah dan benar.
Bima, 5 April 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar