Senin, 20 November 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL (PSE)

Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd
Guru SMPN 1 MONTA 
CGP Angkatan 9 Kabupaten Bima

1. Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan adalah sudah maksimal. Baik dari segi metode, strategi, langkah-langkah atau pendekatan pembelajaran yang saya gunakan termasuk pemilihan media pembelajaran. Sehingga dengan pemahaman tersebut terkadang tidak banyak upaya-upaya yang saya lakukan  untuk menjadikan kelas lebih hidup. Semangat pun terkadang naik turun.
Setelah mempelajari modul ini ternyata baru saya pahami bahwa masih banyak yang dapat saya lakukan untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan memenuhi tujuan pembelajaran. Baru saya pahami bahwa dalam rancangan atau desain RPP yang saya buat selama ini, ada bagian dari pembelajaran  sosial emosional di dalamnya. Baik dari aktivitas pembukaan, pertengahan maupun penutup. Dengan mempelajari modul ini saya jadi semakin menyadari bahwa kecerdasan  sosial emosional siswa sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan sosial emosional saya sebagai guru. Artinya, jika saya menginginkan anak-anak atau siswa-siswi saya memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka saya harus lebih dulu meneladani bagaimana saya berupaya menjaga stabilitas emosi saya, mengontrol setiap ucapan dan sikap saya baik di dalam maupun di luar kelas.  Kesadaran penuh (mindfullness) perlu saya tingkatkan  sehingga dapat lebih efektif  dan efisiensi dalam menghadapi berbagai karakter/pribadi siswa dan siswi saya yang muaranya adalah terciptanya suasana belajar yang kondusif menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.dengan baik.dan bermakna. 

2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman, nyaman dan  kondusif untuk menfasilitasi seluruh kebutuhan siswa di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being). Tiga hal mendasar yang penting yang saya pelajari antara lain ; Pertama, adalah konsep Pembelajaran Sosial Enosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Colaborative for Academic Sosial and Emosional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima ) kompetensi sosial dan emosional  (KSE) yakni  Kesadaran Diri, Manajemen Diri, Kesadaran Sosial, Keterampilan Berelasi dan Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab. Kedua adalah tentang pemahaman konsep kesadaran penuh (mindfullness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional (KSE) serta bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional  di kelas dan sekolah melalui 4 (empat) indikator yakni ;  Pengajaran eksplisit, Integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah serta Penguatan KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar dan kolaborasi dengan seluruh komunitas sekolah. Dan yang ketiga adalah tentang kesejahteraan psikologi (well-being). Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi sosial emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran sosial emosional sebagai suatu sistem yang saling berkaitan.

3. a. Perubahan yang saya terapkan di kelas pada siswa saya dengan membiasakan mindfullness pada setiap awal pembelajaran dengan mengenalkan pembelajaran emosional pada anak. Dengan pembiasaan ini diharapkan siswa dapat mengenali dirinya dan mengelola aset-aset yang ada pada dirinya sehingga memiliki kesiapan dalam belajar. Di samping itu juga menerapkan 5 KSE baik pada pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dengan melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan penerapan tersebut siswa diharapakan mampu mencapai well-being sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 

b. Perubahan yang saya terapkan pada teman-teman sejawat dengan berusaha menumbuhkan rasa percaya pada teman sejawat sehingga dapat mendukung teman sejawat dalam menerapkan kompetensi sosial emosional  dalam peran dan tugas sebagai guru dengan peduli kepada mereka. Selalu belajar merefleksi kemampuan sosial emosional  pribadi dan kolaborasi dengan teman sejawat untuk menciptakan struktur komunitas dalam pembelajaran sosial emosional dengan menyamakan persepsi tentang kompetensi sosial emosional sehingga  dapat tercipta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman yaitu lingkungan yang akan membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan perbedaan itu dapat saling melengkapi bukan menyaingi. Dengan penguatan KSE pendidik mampu meneladani, berkolaborasi  dan saling belajar sehingga mampu membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

Pembelajaran sosial enosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati dan mengelola emosi mengelola (kesadaran diri). Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri). Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi). Membuat keputusan yang bertanggungjawab ( pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Koneksi Antar Materi

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan terkait dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ibaratkan pelengkap yang menjadikan indah dipandang, proses yang nyaman dilalui dalam pembelajaran karena masing-masing komponen dapat saling menjaga sikap, tutur kata dan prilaku sehingga ketercapaian tujuan pembelajaran semakin maksimal.

Salam.guru penggerak
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Sabtu, 18 November 2023

JANGAN SALAH MEMAKNAI KATA IKHLAS


Oleh ; Sri Wiyanti

Saya pernah menjadi guru honorer sambil kuliah di sebuah Sekolah Menengah Atas. Ketika itu gaji saya Rp 68.000 (di tahun 2000-an). Hingga awal menikah saya masih bekerja di situ. Kepala sekolah saya seorang yang memiliki sikap empati yang luar biasa menurut saya, terbukti saya yang hanya seorang guru honorer ditawarkan modal usaha oleh sekolah. Dan luar biasanya lagi saya dibolehkan mencicil sesuai kemampuan dan tanpa tambahan sepeserpun. Jelas sekali seorang pemimpin lembaga Pendidikan Islam yang paham teori sekaligus praktik. Saya ingat betul ucapan beliau kala itu "Jangan khawatir Bu Yanti, sekolah kita ini punya banyak duit."

Ucapan beliau tidak main-main dan saya benar-benar diberi modal usaha. Bahkan karena kami keburu pulang kampung (kembali ke Bima) sisa hutang saya belum selesai dan beliau mensupport kami untuk lebih mengutamakan mendengarkan harapan orang tua daripada mengikuti jalan pikiran sendiri yang kala itu ingin tetap merantau. Sisa cicilan itu terselesaikan dengan insentif atas nama saya dan subhanallah sisanya masih dikirim ke Bima ditambah baju kaos dari penerbit karena saya sempat mengkoordinir penjualan LKS di sekolah. Kesan mendalam di hati saya tentang beliau sebagai seorang pemimpin. 

Sebenarnya fokus pembicaraan yang ingin saya sampaikan  adalah tentang ucapan beliau bahwa sekolah memiliki banyak duit. Entah beliau bermaksud berkelar atau bagaimana yang jelas saya sudah merasakan manfaatnya. Uang dari penjualan komputer itu menjadi modal kami memulai kehidupan baru di kampung sendiri.

Berawal dari pengalaman bersama beliau dan juga pemahaman kami akan beratnya tugas mendidik, maka hal yang sangat menjadi perhatian kami ketika mengelola lembaga pendidikan adalah dengan memperhatikan kesejaheraan guru. Berusaha menggaji semaksimal dari kemampuan keuangan sekolah tentunya. Yang jika saja diukur dari standar UMR masih jauh panggang dari api. Namun baru ini yang dapat kami lakukan karena memang sumber keuangan bertumpu dari pembayaran SPP siswa, hal ini berlaku pada semua jenjang TK, KUTTAB dan Baitul Qur'an. 

Dengan kondisi demikian pun terkadang masih ada yang berpikiran, Lembaga pendidikan Islam kok berbayar?" Ada juga yang berucap "Ustadz kok ceramah dan mengajar Al Qur'an berharap bayaran?" Artinya kita belum benar-benar memahami bagaimana seharusnya kita mengambil bagian dalam mewujudkan pendidikan yang baik dan benar-benar berkualitas sehingga keluarannya adalah anak-anak yang memang sesuai harapan kita, cerdas dan berakhlak mulia.

Bagaimana harapan itu bisa terwujud jika hak-hak guru atau ustadz dan ustadzah kurang kita perhatikan. Apakah kata keikhlasan harus merenggut hak-hak para guru atau Ustadz dan Ustadzah untuk bisa hidup layak? Sementara tuntutan kita sebagai orang tua dan masyarakat tidak mudah untuk mereka wujudkan. 

Agar kita tidak salah menghitung, jika wali murid membayar Rp 50.000,-/bulan untuk infak mengaji dengan pertemuan 16-18 kali sebulan, artinya setiap pertemuan hanya kita hargai Rp 2.777,- dan jika kita membayar SPP Rp 100.000/bulan dengan 26 kali pertemuan maka kita hanya membayar Rp 3.876,- per pertemuan. Nilai yang sangat tidak layak untuk tugas mengajar dan mendidik. Bahkan jika dibandingkan dengan uang saku anak-anak/hari tentu nominalnya tidak seimbang. Itu pun masih ada yang tega menunggak bayaran tanpa pemberitahuan atau konfirmasi dan ada juga yang tidak ingin membayar jika anaknya sering tidak hadir. 

Sungguh menyedihkan dan sesungguhnya ini teguran keras bagi orang tua yang memiliki kemampuan namun kurang perhatian terhadap kewajibannya. Adakah seorang baby sister yang mau dibayar Rp 100.000/bulan dengan kewajiban mengasuh sekaligus mendidik? Dan semua tugas itu dilakukan oleh seorang guru.
 
Apalagi terkadang ada wali murid yang bersikap kurang hormat pada guru atau ustadz dan ustadzah anaknya karena merasa sudah membayar? Mari kita sama-sama merenung sejenak tentang harapan kita yang tinggi namun usaha kita masih biasa-biasa saja. Karena sikap kita sebagai orang tua akan sangat berpengaruh terhadap keberkahan ilmu anak-anak kita.

Bahkan saya pernah membaca sebuah tulisan dari seorang Ustadz di sebuah group wali santri, menurut beliau adalah bentuk kedzoliman bila kita menunda pembayaran padahal sudah melebihi batas waktu kesepakatan pembayaran sementara kita adalah orang tua yang memiliki kemampuan, kecuali kita melakukan konfirmasi terlebih dahulu jika ada kendala dan itu pun harus dengan uzur syar'i.

Membangun pendidikan yang islami tidak mudah. Mendidik anak-anak bukan perkara ringan. Maka mari kita saling sokong dalam sinergitas. Antara orang tua, guru dan pengelola pendidikan serta masyarakat harus memiliki cara pandang dan visi yang sama akan pendidikan anak-anak kita. Jika bukan kita yang peduli, lalu pada siapa kita akan serahkan tugas dan tanggungjawab besar ini. Guru dan kami sebagai pengelola tidak mencari kekayaan dengan jalan ini, para guru hanya sekedar berharap bisa makan dengan layak sehingga memiliki energi yang cukup untuk menjalankan tugas mendidiknya.

Doakan dan sokong para guru dan sesiapa pun yang berjuang di jalan pendidikan, berusaha membangun generasi ini, karena gelar "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tidak cukup dan sama sekali tidak mampu menghilangkan rasa lapar.

#RenungandiHGN
#Renunganbagisemuaorangtua
#Ikhlasitutidakbermaknaserbagratis

Selasa, 07 November 2023

Mengapa Guru Perlu Menulis


By : Sri Wiyanti

Anda seorang guru tapi masih bertanya apa manfaat menulis? Masih malas memulai aktivitas menulis? Atau masih berpikir bahwa menulis sebagai kegiatan tak penting dan buang-buang waktu percuma? Jika anda benar seorang guru, maka buang jauh-jauh pikiran seperti itu, karena menulis itu bukan pilihan bagi profesi kita. Seorang guru wajib memiliki keterampilan menulis yang baik. Karena apa? Tugas-tugas yang melingkupi hari-hari seorang guru tidak dapat dilepaskan dari menulis.

Merancang RPP tidak mungkin bisa dilakukan jika tidak memiliki kemampuan menulis. Jika pun memilih RRP copas tentu tidak serta merta dapat digunakan tanpa diedit dan disesuaikan.dengan kebutuhan. Lagi-lagi di sini dibutuhkan ilmu kepenulisan. Terus kalau kita bikin PPT atau sejenisnya bisa dibayangkan desainnya pasti amburadul tanpa kemampuan menulis yang baik.

Lanjut ketika mengoreksi pekerjaan siswa, guru yang memiliki kemampuan menulis akan dapat mengoreksi hasil pekerjaan, tugas atau karya siswa dengan lebih maksimal dan teliti. Bukan hanya konten tapi termasuk teknik penulisannya. Ini bukan keterampilan bagi guru Bahasa Indonesia saja, namun menjadi bagian dari tugas kita sebagai guru secara umum.

Salah satu persyaratan kenaikan pangkat lebih-lebih lagi butuh karya tulis, Jika kita tak memiliki kemampuan menulis artinya siapa yang akan  membuat karya tulis tersebut? Jawabannya ada pada pribadi kita masing-masing. Itu baru beberapa alasan, sebenarnya masih banyak alasan lain mengapa guru perlu memiliki keterampilan menulis.

Bisa dibayangkan dalam mendesain kurikulum operasional sekolah saja masih ada yang asal-asalan. Mengetik dengan banyak typo, tidak diedit dengan baik pula. Artinya itu menandakan bahwa di sekolah tersebut tidak ada yang memiliki kemampuan menulis. Jadi fatal kan? Apalagi bila standarnya sekolah penggerak, jangan sampai terjadi.

Semoga guru-guru tergerak untuk menulis. Menulis bukan perkara kebutuhan mengikuti lomba atau sekedar mencari cuan, karena menulis bagi seorang guru adalah kebutuhan.

Bima, 7 November 2023

#MenulisMengasahKemampuandanKepekaan

Minggu, 05 November 2023

Refleksi Dwimingguan Mode 4 F. Modul 2.1


Mode Jurnal 4 F (Facts, Feelings  Findings, Future)


Kertas warna-warni yang menghadirkan inpirasi. Inpirasi dalam menciptakan suasana kelas yang hidup, enerjik, dan aneka pengalaman baru seperti warna-warni kertas stcky notes. Kertas kecil warna-warni menarik yang kukenal dalam sesi Lokakarya Calon Guru Penggerak.

Mengingat respon kami dengan penggunaan kertas sticky notes pada kegiatan lokakarya, sehingga timbul ideku untuk menggunakannya di kelas ketika bersama siswa-siswiku. Jika kami sebagai orang dewasa saja begitu antusias ketika menggunakannya, asumsiku tentu lebih lagi bagi anak-anak seusia mereka. Dan benar saja, berawal dari satu kelas, hingga akhirnya mampu kuterapkan di semua kelas yang kuajar, reaksi yang diberikan semua sama. Kelas menjadi penuh dinamika, seru dan pembelajaran siswa aktif terwujud.

Secara umum tiada kendala berarti karena siswa belajar dengan penuh antusias. Hanya saja terkait dengan penyediaan sticky notes yang memang lumayan menguras isi kantong. Bisa dibayangkan dengan enam kelas yang diajarkan, butuh persiapan yang tidak sedikit. Belum lagi sikap siswa yang terkadang usil, kertas sticky note bagiannya dijadikan mainan sehingga meminta tambahan kertas baru meski sudah beberapa kali diingatkan untuk menggunakannya seefektif dan efisien mungkin.

Terkait kendala ini muncul ide untuk mengusulkannya kepada pihak sekolah agar dapat menyediakan kerta sticky notes ini agar dapat digunakan juga oleh guru-guru lain. Sehingga semangat berubah itu bisa menyebar pada yang lain. Karena bisa jadi keterbatasan biaya membuat guru-guru lain enggan untuk menggunakannya meski disadari sisi kebermanfaatannya dan pengaruhnya terhadap terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan keterlibatan yang optimal bagi siswa-siswi yang sebelumnya cenderung pasif.

Melihat reaksi anak-anak di semua kelas yang saya ajarkan membuat saya bahagia dan semakin termotivasi untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka. Semakin saya menyadari bahwa peran saya sebagai pemimpin pembelajaran sangat berarti dalam menumbuhkan semangat dan motivasi belajar bagi siswa-siswi. 

Pembelajaran berharga yang saya dapatkan adalah bahwa semangat kita sebagai guru ketika bertemu dan berhadapan di kelas sangat memberikan pengaruh terhadap siswa-siswi kita. Jika kita datang dengan wajah ceria dan motivasi yang tinggi tentu respon siswa-siswi kita juga demikian. Berbeda ketika kita hanya sekedarnya saja menyiapkan diri bekal bertemu di kelas, tentu reaksi siswa-siswi kita menjadi terbatas pula, bahkan mereka cenderung pasif dan kurang peduli dengan proses pembelajaran yang berlangsung.

Berdasarkan pengalaman tersebut saya menyadari bahwa masih butuh kreativitas dan kesabaran yang tinggi, untuk dapat menjadi guru yang dirindukan. Terkadang kita menyalahkan siswa-siswi kita karena kurangnya  respon positif mereka terkait  pembelajaran, padahal kenyataan kita sebagai guru masih menerapkan  sikap egois dan igin menang sendiri. Kurang memedulikan kebutuhan siswa-siswi kita. Masih mengajar dengan metode yang monoton dan seringkali mati gaya dalam menghadapi siswa-siswi kita.

Setelah melakukan praktik berulang kali di kelas berbeda, saya semakin yakin bahwa bila saya rutin menggunakan berbagai media yang menarik salah satunya dengan menggunakan kertas sticky notes tentu akan meningkatkan semangat belajar siswa-siswi saya ke depannya, menambah partisipasi aktif mereka dalam berkolaborasi dengan teman-temannya. Sehingga kelas benar-benar hidup dengan beragam minat serta kecenderungan siswa-siswi saya, ibarat warna-warni pelangi.


Bima, 4 November 2023

Rabu, 01 November 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi



@Sri Wiyanti, S.Pd


Definisi Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya menyesuaikan proses pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar  setiap individu peserta didik  dengan berdasar pada serangkaian keputusan yang masuk akal.

Pembelajaran Berdiferensiasi juga dapat didefinisikan sebagai proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran sesuai  dengan kemampuan , apa yang disukai dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dari merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox dan Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017).

Ciri-ciri Pembelajaran Berdiferensiasi
1. Berorientasi pada kebutuhan belajar murid
2. Berdasarkan pada keputusan yang masuk akal
3. Pembelajaran siswa aktif
4. Terdapat penilaian berkelanjutan
5. Manajemen kelas efektif
6. Evaluasi kesiapan diakomodir dalam kurikulum

Cara Menerapkan di Kelas
1. Menetapkan tujuan pembelajaran
2. Memetakan kebutuhan belajar murid
3. Menentukan.strategi pembelajaran
4. Menentukan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi yang akan dijalankan.

Cara memenuhi kebutuhan murid melalui pembelajaran berdiferensiasi  dengan menggunakan 3 strategi, yaitu : 
1. Diferensiasi konten
2. Diferensiasi proses
3. Diferensiasi produk

Kaitan Modul 2.1 Dengan Modul Lainnya

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai.


Guru SMPN 1 MONTA
CGP ANGKATAN 9 KAB. BIMA

Salam guru penggerak :
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Bima, Kamis, 2 November 2023