By ; Sri Wiyanti
Reaksi seseorang terhadap sesuatu itu sesuai dengan kadar keilmuan dan juga keimanannya. Sehingga untuk satu keadaan atau fenomena tertentu bisa memunculkan beragam reaksi. Ada yang suka dan tidak. Ada yang mendukung dan mengapresiasi. Ada juga cibiran dan nyinyiran. Ada yang mencinta dan membenci. Semua reaksi itu wajar saja selagi tidak sampai menghujat, karena isi kepala tiap orang berbeda. Maksud hati pun belum tentu sama.
Ada postingan tentang tauhid, bagi pelaku kesyirikan bisa saja dipandang sebagai sesuatu yang dibenci. Larangan maksiat dianggap sok suci atau suka kepoin urusan orang. Meski di sebaliknya tetap ada yang mengambil pelajaran lalu bertaubat.
Begitu pun ketika seseorang memosting aktifitasnya, kisah kesuksesan, capaiannya. Tentu tidak semua orang akan mengapresiasi, mendukung atau ikut merasakan kebahagiaan yang sama. Pun bisa jadi dipandang sok pamer, riya' atau sejenisnya.
Mengisahkan kedukaan juga tidak serta merta membuat orang simpati apalagi berempati. Bisa jadi justru menuai cibiran atau sebaliknya menerima penghakiman.
Begitu lah hidup selalu dihadapkan dengan dua sisi berlawanan.
Melihat kisah tentang sebuah keluarga, ada saja komentar miring. Ah, belum tentu kenyataan seperti itu, paling juga pencitraan. Seperti itu lah pandangan manusia. Selalu pandai melihat celah kelemahan dari sisi kebaikan meski porsinya lebih banyak.
Apakah lagi mendengar orang tua memuji anaknya, tidak sedikit nyinyiran akan disematkan. Meski sebenarnya memuji anak itu menjadi bagian fitrah orang tua. Selagi pujian tidak berlebihan dan tidak ada unsur kebohongan di dalamnya ya sah-sah saja. Jika ada perasaan tersinggung bagi pendengar, bukan berarti orang yang bercerita layak disalahkan. Justru kita lah yang meski memuhasabah diri. Jangan-jangan virus iri hati sudah menjangkiti.
Artinya setiap aktifitas kita tidak akan bisa lepas dari tanggapan serta komentar orang lain. Entah tanggapan positf atau negatif. Kalimat nasehat sekalipun yang disampaikan akan menuai reaksi berbeda. Bagi hati yang bersih nasehat akan dijadikan sebagai wasilah untuk terus menata diri. Sedang bagi hati yang ada penyakitnya akan dianggap sebagai sesuatu yang memerihkan. Nasehat puna da pendukung dan penentangnya.
Lalu bagaimana sikap kita menghadapi kondisi demikian? Insya Allah beberapa kiat di bawah ini dapat kita praktekkan.
1. Perjelas tujuan, niat kita harus jelas bahwa kita tidak akan memosting hal-hal negatif, sesuatu yang buruk. Karena kita menyadari bahwa semuanya pasti akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bukan kah tujuan kita hanya ridho-Nya semata?
2. Pastikan ada pesan kebaikan dan hal-hal positif dari tulisan atau postingan kita. Bercita-citalah mengumpulkan kebaikan meski sedikit. Asalkan menjadi rutinitas kebaikan itu kelak akan menjadi besar.
3. Kita tidak akan pernah mampu mengenyangkan selera manusia. Jadi fokus lah pada tujuan bukan pada cibiran atau nyinyiran. Sehebat apa pun kita menghindari tetap saja ada orang-orang yang tidak seide dengan kita. Menghindari orang-orang berpola pikir negatif akan sangat membantu kita menemukan ketenangan diri.
4. Tanamkan keyakinan dalam diri bahwa semakin kita memancarkan aura kebaikan, maka kebaikan akan mendekat. Keburukan akan menjauh. Ini Sunnatullah.
5. Kita sedang mempersiapkan bekal perjalanan kita, bukan bekal perjalanan bagi orang lain. Maka persiapkan segala sesuatu yang kita perlukan agar perjalanan selamat hingga akhir tujuan, yakni surga-Nya. Pernak-pernik di sekeliling kita cukup direspon seperlunya.
6. Tanamkan keyakinan, bahwa orang-orang baik lebih banyak di sekelilingmu, mendukungmu dibanding mereka yang tak sejalan. Jadi abaikan saja jika memang itu tak perlu.
7. Ketika mencontohkan sebuah kisah sebagai pembelajaran. Hendaknya tidak menyebut nama orang secara langsung atau jelas. Karena teknik berkisah ini diperbolehkan. Bahkan banyak terdapat dalam Al Qur'an dan Hadist Nabi. Berkisah adalah salah satu cara efektif menyampaikan pesan moral. Mudah dipahami dan ditangkap oleh orang lain.
Lalu dengan penyampaian dan coretan penamu kemudian ada yang baperan, merasa tersindir dan sejenisnya. Gak apa-apa, itu haknya, biarkan saja. Jangan ikutan baperan lagi, kan sebelas duabelas namanya.
Ketika semua cara di atas sudah diupayakan namun setelahnya tetap ada pembenci, nyinyiran, cibiran atau sejenisnya. Tak usah diambil hati. Waktu akan menggilasnya dan semua akan usai. Fokus lah pada sesuatu yang lebih berarti.
Sekian coretan sederhana ini. Semoga bermanfaat bagi diri dan orang lain.
Talabiu Bima, 26 April 2022
Ramadan hari ke-25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar