Senin, 24 Agustus 2020

Buah Tarbiyah

Buah Tarbiyah

Hembusan angin sore menyapa kami di pelataran masjid terapung Amahami. Air laut berkilau tertimpa cahaya keperakan. Sungguh mewakili rasa kami pada kebersamaan yang indah. Sejenak kuabadikan moment bersama tiga bocahku.

Kaki kecilnya melangkah tanpa ragu memasuki Masjid. Sedikit pun tak menoleh ke arah kami bertiga. Atau mencoba mencari sandaran agar terlihat percaya diri di antara kaki-kaki kokoh yang berjalan ke arah yang sama. Berhenti tepat beberapa meter dari posisi imam.

"Allahu Akbar," takbirnya memulai dua rakaat  takhiayatul masjid. Dari jauh kumemandangnya takjub serasa memuji Sang Pemilik Keagungan. "Maasyaa Allah," ucapku dengan netra membulat masih tak percaya dengan apa yang kulihat. Dua bidadari kecil di samping ikut tersenyum melihat tingkah Si Bungsu.

Dua rakaat sunnahnya usai sempurna  barulah Abinya memasuki masjid. Langsung mengambil posisi bersisian. Sedikit pun ia tak terusik, langsung meluruskan shaf karena  sholat asar akan dimulai.

Bertiga bersegera menuju shaf perempuan. Sadar telat, sebab penasaran butuh penuntasan. Pemandangan tadi masih menyisakan tanya. Biarlah di perjalanan nanti kulanjutkan.

Usianya baru lima tahun awal Mei kemarin.  Namun raut dan tingkah Bungsuku nampak menyalip usianya. Di sela waktu menunggu tentu hatiku berharap bahwa itu adalah buah Tarbiyah kami selama ini.

πŸ’–πŸŒΊπŸŒΊπŸŒΊπŸŒΊπŸŒΊπŸŒΊπŸŒΊπŸ’–

Bima, 23 Agustus 2020
πŸ“ Sri Wiyanti πŸ“

Minggu, 02 Agustus 2020

Saatnya Harus Pergi

Saatnya Harus Pergi
(sebuah pesan cinta untuk Ananda).

By : Sri Wiyanti

Kutau rasa ini telah bertaut lama, meninggalkan perih saat raga harus berpisah. Namun jalan perjuangan tak menghendaki langkah terhenti meski tapak  kaki mulai sulit dijejakkan ke tanah. Teruslah berjalan hingga batas waktu sebagai finish. Semoga JannahNya menanti.

Jika kau tanya bagaimana kami di sini melepas belenggu rindu yang menjerat hati mengajak untuk berpaling. Tapi sadarku waktu kita tak lama, ini hanya senda gurau belaka. Tempat yang kita tuju masih terlampau jauh. Saatnya menyuntik energi baru agar mampu bertahan di tengah terpaan badai jika tiba-tiba menghadang saat hati lengah.

Tetaplah di atas jalanNya yang kau titi. Kita butuh bersabar untuk bisa sampai dengan selamat. Karena waktu tak selalunya bersahabat ketika hati lalai dari mengingatNya. Ibarat pedang dia akan menebas tanpa pandang siapa. Ketiba tiba waktunya kita kembali semoga jalan juang terus kita bersamai.

Esokmu menunggu coretan-coretan kebaikan. Ilmu adalah tintanya. Gapai ia dengan segala daya dan upaya. Hauslah akan perjumpaan dengannya, taman-taman surga selagi kita di dunia. Kumpulkan bekal  yang takkan memberatkan hisabmu. Bekal yang tiada butuh penjagaan namun justru menjaga dunia dan akhiratmu. Ilmulah sebaik-baik bekal untuk kita bawa pulang.

Semangat balik pondok.

Bima, 12 Juli 2020 

Aku. Harus Bisa

Aku Harus Bisa!

Hari pertama hingga sepekan berlalu semuanya mengalir saja seperti air tanpa hambatan. Kesempatan mengedit sana-sini tulisan yang sudah ada pikirku. Kali. Ini dengan tema berbeda dari biasanya. Bukan tentang anak-anak. Yah sesuatu yang tidak biasa. Tapi Alhamdulillah terus mencoba mengasah diri agar bisa menuangkan ide yang ada di kepala.

Memasuki pekan ke dua, hambatan mulai menghadang. Harus belajar merangkai kata yang lebih sastra. Ya Allah! Tentu tak mudah bagiku yang biasanya bercerita apa adanya tentang hari-hariku di rumah bersama anak-anak. Apalagi merangkai sebuah kata yang sama sekali tak ada hubungannya dengan dunia yang ada dikepalaku.
Buntu, itu yang kurasa. Mencoba berkali-kali merangkai kata acak dengan menambah kata kerja tak biasa di belakangnya. Tak jua berhasil hingga semalam terus berpikir dan berlatih. Tapi tugas tak boleh diabaikan. Apapun tantangannya harus terus berusaha hingga tak ada lagi kata sulit tentangnya.

Dan, hasilnya seperti di bawah ini. Terasa horor. Hihihihi...

Kursi tua terlihat bergerak cepat ke arah pintu. Seakan menyambut tamu agung.
Lampu hias di ruang tengah meliuk-liuk  seperti sebuah tarian penyambutan. Kadang hidup kadang mati seakan tak ingin semua adegan terekam netraku. Tiba-tiba  terdengar suara sendok dan garpu beradu di atas meja makan diiringi cekikikan tanpa rupa. Asbak berputar semakin lama semakin cepat hingga menyeruak aroma dupa menyengat hidungku. Seperti sebuah pesta, tapi pesta apa? Aku terkesiap, jantungku berdetak cepat,  badanku gemetar dan tiba-tiba aku sudah ambruk ke lantai.

Kalau kulanjutkan paragraf ini nanti jadinya seperti apa yah?  Aku sendiri masih bertanya-tanya 😁

Talabiu Bima, 23 Juni 2020
πŸ“ Sri Wiyanti πŸ“

#Day19sore
#Terusberlatih
# SHSB

Selamat Berjuang Sholehku

Selamat Berjuang, Sholehku

Waktu yang dinanti itu akhirnya tiba. Setelah beberapa hari sibuk mondar-mandir dengan urusan rapid tes dan persiapan lainnya,  Alhamdulillah saatnya untuk pergi. 

Kali ini suasana agak sedikit berbeda. Tak ada acara pengantaran ke Bandara, tak ada cerita sesenggukan lama-lama. Semuanya begitu sederhana. Sesederhana hati yang akan pergi demi asa yang menanti di tempat baru nanti. 

Beberapa menit berlalu, kristal bening yang sempat mengalir segera kuhapus. Kurasa kali ini hatiku menjadi sedikit lebih tegar dari hari-hari sebelumnya. Apalagi melihat putraku dengan semangat menggebu ingin segera ke pondok. 

Tak nampak setitik kesedihanpun di wajah mungilnya. Seakan-akan dia hanya meninggalkan rumah beberapa jam seperti ketika masih di sekolah dasar. Selalu begini,  ekspresi anak-anak ku semua sama saat meninggalkan rumah ketika pertama kali berangkat ke pondok. Penuh semangat, itulah yang selalu ku ingat. 

Beginilah perjalanan hidup, ada saatnya  bertemu dan berpisah. Ada saatnya mereka datang lalu pergi lagi. Datang untuk sekedar mengisi tangki-tangki semangat sebagai bekal kembali berjuang. 

Semoga Allah menjaga semangatnya, menjaga niatnya, serta mengabulkan cita-citanya. Menjadi hafidz sekaligus ahli hadist. 

Bima,  4 Juli 2020 
πŸ“ Sri Wiyanti πŸ“

#Day22pagi
#SHSB



Dikejar Deadline

Dikejar Deadline
(Sri Wiyanti) 

Dikejar deadline tuh rasanya sesuatu banget, deg-degan kayak yang lagi ta'arufan.  Penasaran persis saat pertama kali lahiran, nih anak mirip ayahnya apa emaknya? Perasaan kayak dikejar-kejar waktu Pokoknya ada rasa nano-nanonya gitu.

Begitulah perasaan ku menjadi penulis pemula. Sedap-sedap asyik kata yang suka ngiklan.Tapi bukannya emak-emak sudah biasa dikejar deadline? 

Deadline masak karena anggota keluarga harus sarapan pagi sebelum pukul 07.00. Deadline beberes rumah karena gunungan cucian dah bersorak butuh penanganan. Termasuk deadline mantengin layar gawai yang tak habis-habis dari melototin IG, cuap-cuap di FB, baca WAG sana-sini karena krucil-krucil memanggil-manggil minta dimanjain. 

Nah, semua aktifitas ada deadlinenya kan? tinggal jalanin aja dengan santai. Insyaa Allah hati tetap damai.