Kamis, 09 Mei 2024

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL (PSE)


Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd

1. Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan adalah sudah maksimal. Baik dari segi metode, strategi, langkah-langkah atau pendekatan pembelajaran yang saya gunakan termasuk pemilihan media pembelajaran. Sehingga dengan pemahaman tersebut terkadang tidak banyak upaya-upaya yang saya lakukan  untuk menjadikan kelas lebih hidup. Semangat pun terkadang naik turun.
Setelah mempelajari modul ini ternyata baru saya pahami bahwa masih banyak yang dapat saya lakukan untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan memenuhi tujuan pembelajaran. Baru saya pahami bahwa dalam rancangan atau desain RPP yang saya buat selama ini, ada bagian dari pembelajaran  sosail emosional di dalamnya. Baik dari aktivitas pembukaan, pertengahan maupun penutup. Dengan mempelajari modul ini saya jadi semakin menyadari bahwa kecerdasan  sosial emosional siswa sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan sosial emosional saya sebagai guru. Artinya, jika saya menginginkan anak-anak atau siswa-siswi saya memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka saya harus lebih dulu meneladani bagaimana saya berupaya menjaga stabilitas emosi saya, mengontrol setiap ucapan dan sikap saya baik di dalam maupun di luar kelas.  Kesadaran penuh (mindfullness) perlu saya tingkatkan  sehingga dapat lebih efektif  dan efisiensi dalam menghadapi berbagai karakter/pribadi siswa dan siswi saya yang muaranya adalah terciptanya suasana belajar yang kondusif menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.dengan baik.dan bermakna. 

2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman, nyaman dan  kondusif untuk menfasilitasi seluruh kebutuhan siswa di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being). Tiga hal mendasar yang penting yang saya pelajari antara lain ; Pertama, adalah konsep Pembelajaran Sosial Enosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Colaborative for Academic Sosial and Emosional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima ) kompetensi sosial dan emosional  (KSE) yakni  Kesadaran Diri, Manajemen Diri, Kesadaran Sosial, Keterampilan Berelasi dan Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab. Kedua adalah tentang pemahaman konsep kesadaran penuh (mindfullness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional (KSE) serta bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional  di kelas dan sekolah melalui 4 (empat) indikator yakni ;  Pengajaran eksplisit, Integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah serta Penguatan KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar dan kolaborasi dengan seluruh komunitas sekolah. Dan yang ketiga adalah tentang kesejahteraan psikologi (well-being). Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi sosial emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran sosial emosional sebagai suatu sistem yang saling berkaitan.

3. a. Perubahan yang saya terapkan di kelas pada siswa saya dengan membiasakan mindfullness pada setiap awal pembelajaran dengan mengenalkan pembelajaran emosional pada anak. Dengan pembiasaan ini diharapkan siswa dapat mengenali dirinya dan mengelola aset-aset yang ada pada dirinya sehingga memiliki kesiapan dalam belajar. Di samping itu juga menerapkan 5 KSE baik pada pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dengan melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan penerapan tersebut siswa diharapakan mampu mencapai well-being sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 
b. Perubahan yang saya terapkan pada teman-teman sejawat dengan berusaha menumbuhkan rasa percaya pada teman sejawat sehingga dapat mendukung teman sejawat dalam menerapkan kompetensi sosial emosional  dalam peran dan tugas sebagai guru dengan peduli kepada mereka. Selalu belajar merefleksi kemampuan sosial emosional  pribadi dan kolaborasi dengan teman sejawat untuk menciptakan struktur komunitas dalam pembelajaran sosial emosional dengan menyamakan persepsi tentang kompetensi sosial emosional sehingga  dapat tercipta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman yaitu lingkungan yang akan membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan perbedaan itu dapat saling melengkapi bukan menyaingi. Dengan penguatan KSE pendidik mampu meneladani, berkolaborasi  dan saling belajar sehingga mampu membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

Pembelajaran sosial enosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati dan mengelola emosi mengelola (kesadaran diri). Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri). Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi). Membuat keputusan yang bertanggungjawab ( pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Koneksi Antar Materi

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan terkait dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ibaratkan pelengkap yang menjadikan indah dipandang, proses yang nyaman dilalui dalam pembelajaran karena masing-masing komponen dapat saling menjaga sikap, tutur kata dan prilaku sehingga ketercapaian tujuan pembelajaran semakin maksimal.

Senin, 04 Desember 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3 COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd

Sebuah kesimpulan dan refleksi saya terkait pengalaman belajar pada Modul 2.3 adalah bahwa coaching merupakan kegiatan yang lebih mengedepankan pada proses membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Mengarahkan agar orang lain agar mampu menemukan solusi permasalahannya sendiri. 

Secara konsep dan praktik coaching memiliki perbedaan  dengan mentoring, konseling, fasilitasi dan training.  Mentoring didefinisikan sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. 

Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Shwarz (1994). 

Sementara fasilitasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu. 

Berbeda lagj dengan Training, menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) training merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
Keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Seorang coach menerqpkan sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani, menjadi semangat  yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. 

Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun).  Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran.

Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara komunikatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan dari setiap proses komunikasi dan pembelajaran.

Sebagai guru pembelajar saya merasa teramat senang, tertantang dan, merasa beruntung ketika saya mengikuti pembelajaran tentang coaching untuk supervisi akademik. Mempelajari materi Coaching untuk Supervisi Akademik membuat saya seperti berada di ruang kemerdekaan belajar yang sesungguhnya. Saat menjadi coachee, maka saya merasakan betapa saya dihargai dengan digali dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat saya menemukan sendiri solusi dari permasalahan saya. 

Ketika menjadi coach, saya juga merasakan betapa kita harus belajar sabar untuk mau mendengarkan aktif, memberi kesempatan kepada coachee untuk menemukan solusi tanpa kita ikut campur tangan memberikan saran dan masukan. Saat menjadi pengamat saya juga belajar bagaimana menjadi pengamat yang harus sabar, belajar terbuka melihat sisi-sisi baik seseorang, tidak memberikan judgement dari apapun yang diamati.

Sesuatu yang sudah baik dalm proses belajar dalam diri saya adalah berusaha memberikan pembelajaran yang bermakna dan kontekstual kepada siswa, mengajak siswa untuk belajar dengan kehadiran penuh dan well being. Serta membersamai dengan mindfulness. Untuk hal yang harus terus saya upayakan demi perbaikan ke depan adalah perlu adanya latihan yang berkelanjutan tentang praktik coaching ini sehingga kemampuan saya semakin meningkat. Dengan peningkatan kemampuan sebagai coach maka saya akan dapat mendampingi coachee baik dari siswa, rekan sejawat atau di lingkungan tempat tinggal dengan lebih baik dan bermakna.

Kompetensi Inti Coaching: 

(1) Mengajukan pertanyaan berbobot adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu sesuai dengan kata kuci yang diajukan oleh seorang coachee.
Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang lain untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

(2) Mendengarkan dengan aktif adalah kemampuan untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh lawan bicara dan memahami keseluruhan makna yang tidak terucap.

(3) Kehadiran penuh (presence) adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh pada coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presense sehingga badan, pikiran, hati, selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.

Alur Percakapan TIRTA :  
Tirta berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee.
TIRTA terdiri dari tujuan awal di mana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee. Identifikasi dimana coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi coaching berlangsung.

Rencana Aksi dimana pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat. Tanggungjawab dimana membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching: Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama dalam menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.
Prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi kemitraan, proses kolaboratif antara supervisor dan guru, konstruktif bertujuan mengembangkan kompetensi individu, terencana, reflektif, objektif, informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati, berkesinambungan, komprehensif, mencakup tujuan dari proses supervisi akademik. Sedangkan pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Tahap tindak lanjut, berupa kegiatan langsung atau tidak langsung seperti percakapan coaching, kegiatan kelompok kerja guru di sekolah, fasilitasi dan diskusi, serta kegiatan lainnya dimana para guru belajar dan memiliki ruang pengembangan diri lewat berbagai kegiatan.

Keterkaitan materi modul 2.1 tentang Pembelajaran Berdiferensiasi dan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional (PSE), jika dihubungkan dengan materi coaching maka pembelajaran berdiferensiasi dimana guru harus berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa yang terdiri dari kesiapan belajar, minat belajar, dan profil belajar siswa.
Langkah untuk memetakan kebutuhan individu siswa tersebut, guru bisa berperan sebagai coach untuk melakukan proses coaching dengan siswa sebagai coachee. Hal tersebut mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam diri siswa sehingga akan menemukan cara terbaik dalam memenuhi kebutuhan individu siswa.
Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) yang harus dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah untuk menumbukan kompetensi tentang kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pada diri siswa. Proses coaching sejalan dengan PSE karena kompetensi sosial emosional tersebut dapat diterapkan oleh guru dalam proses coaching kepada siswa.
Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Terdapat 4 macam paradigma berpikir coaching, yaitu: (1) fokus pada coachee (rekan yang akan dikembangkan, (2) bersikap terbuka dan ingin tahu, (3) memiliki kesadaran diri yang kuat, dan (4) mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Juga 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah, yaitu: (1) kehadiran penuh (presence), (2) mendengarkan aktif (menyimak), dan (3) mengajukan pertanyaan berbobot.
Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.

RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask. Dimana R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan kata. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee.
A (Ask/Tanya), coach mengajukan pertanyaan berbobot berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing), membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya, hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi, dan pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana dan hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”.

Jika keterampilan coaching sudah meningkat maka pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran akan meningkat pula. Percakapan-percakapan coaching membantu para guru berpikir lebih dalam (metakognisi) dalam menggali potensi yang ada dalam diri dan komunitas sekolahnya sekaligus menghadirkan motivasi internal sebagai individu pembelajar yang berkelanjutan yang akan diwujudnyatakan dalam buah pikir dan aksi nyata demi tercapainya kualitas pembelajaran yang berpihak pada murid.

Salam guru penggerak
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Bima, 5 November 2023

Senin, 20 November 2023

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.2 PEMBELAJARAN SOSIAL EMOSIONAL (PSE)

Oleh : Sri Wiyanti, S.Pd
Guru SMPN 1 MONTA 
CGP Angkatan 9 Kabupaten Bima

1. Sebelum mempelajari modul ini saya berpikir bahwa pembelajaran yang saya lakukan adalah sudah maksimal. Baik dari segi metode, strategi, langkah-langkah atau pendekatan pembelajaran yang saya gunakan termasuk pemilihan media pembelajaran. Sehingga dengan pemahaman tersebut terkadang tidak banyak upaya-upaya yang saya lakukan  untuk menjadikan kelas lebih hidup. Semangat pun terkadang naik turun.
Setelah mempelajari modul ini ternyata baru saya pahami bahwa masih banyak yang dapat saya lakukan untuk menghadirkan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan memenuhi tujuan pembelajaran. Baru saya pahami bahwa dalam rancangan atau desain RPP yang saya buat selama ini, ada bagian dari pembelajaran  sosial emosional di dalamnya. Baik dari aktivitas pembukaan, pertengahan maupun penutup. Dengan mempelajari modul ini saya jadi semakin menyadari bahwa kecerdasan  sosial emosional siswa sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan sosial emosional saya sebagai guru. Artinya, jika saya menginginkan anak-anak atau siswa-siswi saya memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka saya harus lebih dulu meneladani bagaimana saya berupaya menjaga stabilitas emosi saya, mengontrol setiap ucapan dan sikap saya baik di dalam maupun di luar kelas.  Kesadaran penuh (mindfullness) perlu saya tingkatkan  sehingga dapat lebih efektif  dan efisiensi dalam menghadapi berbagai karakter/pribadi siswa dan siswi saya yang muaranya adalah terciptanya suasana belajar yang kondusif menyenangkan sehingga tujuan pembelajaran tercapai.dengan baik.dan bermakna. 

2. Berkaitan dengan kebutuhan belajar dan lingkungan yang aman, nyaman dan  kondusif untuk menfasilitasi seluruh kebutuhan siswa di sekolah agar dapat meningkatkan kompetensi akademik maupun kesejahteraan psikologis (well-being). Tiga hal mendasar yang penting yang saya pelajari antara lain ; Pertama, adalah konsep Pembelajaran Sosial Enosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Colaborative for Academic Sosial and Emosional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima ) kompetensi sosial dan emosional  (KSE) yakni  Kesadaran Diri, Manajemen Diri, Kesadaran Sosial, Keterampilan Berelasi dan Pengambilan Keputusan yang Bertanggungjawab. Kedua adalah tentang pemahaman konsep kesadaran penuh (mindfullness) sebagai dasar penguatan 5 kompetensi sosial dan emosional (KSE) serta bagaimana mengimplementasikan pembelajaran sosial emosional  di kelas dan sekolah melalui 4 (empat) indikator yakni ;  Pengajaran eksplisit, Integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, Penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah serta Penguatan KSE Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) melalui keteladanan, proses belajar dan kolaborasi dengan seluruh komunitas sekolah. Dan yang ketiga adalah tentang kesejahteraan psikologi (well-being). Dengan memahami ketiga hal tersebut penerapan kompetensi sosial emosional baik pada siswa maupun pada guru dapat terlaksana dengan baik. Karena pembelajaran sosial emosional sebagai suatu sistem yang saling berkaitan.

3. a. Perubahan yang saya terapkan di kelas pada siswa saya dengan membiasakan mindfullness pada setiap awal pembelajaran dengan mengenalkan pembelajaran emosional pada anak. Dengan pembiasaan ini diharapkan siswa dapat mengenali dirinya dan mengelola aset-aset yang ada pada dirinya sehingga memiliki kesiapan dalam belajar. Di samping itu juga menerapkan 5 KSE baik pada pengajaran eksplisit, integrasi dalam praktik mengajar guru dan kurikulum akademik, penciptaan iklim kelas dengan melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Dengan penerapan tersebut siswa diharapakan mampu mencapai well-being sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 

b. Perubahan yang saya terapkan pada teman-teman sejawat dengan berusaha menumbuhkan rasa percaya pada teman sejawat sehingga dapat mendukung teman sejawat dalam menerapkan kompetensi sosial emosional  dalam peran dan tugas sebagai guru dengan peduli kepada mereka. Selalu belajar merefleksi kemampuan sosial emosional  pribadi dan kolaborasi dengan teman sejawat untuk menciptakan struktur komunitas dalam pembelajaran sosial emosional dengan menyamakan persepsi tentang kompetensi sosial emosional sehingga  dapat tercipta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman yaitu lingkungan yang akan membangun persepsi bahwa setiap orang memiliki potensi yang berbeda-beda dan perbedaan itu dapat saling melengkapi bukan menyaingi. Dengan penguatan KSE pendidik mampu meneladani, berkolaborasi  dan saling belajar sehingga mampu membantu murid menemukan jati diri dan mengembangkan potensinya.

Pembelajaran sosial enosional tidak dapat berdiri sendiri sebab pembelajaran sosial emosional merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati dan mengelola emosi mengelola (kesadaran diri). Menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri). Merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial). Membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi). Membuat keputusan yang bertanggungjawab ( pengambilan keputusan yang bertanggung jawab).

Koneksi Antar Materi

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai. Sedangkan terkait dengan Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) ibaratkan pelengkap yang menjadikan indah dipandang, proses yang nyaman dilalui dalam pembelajaran karena masing-masing komponen dapat saling menjaga sikap, tutur kata dan prilaku sehingga ketercapaian tujuan pembelajaran semakin maksimal.

Salam.guru penggerak
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Sabtu, 18 November 2023

JANGAN SALAH MEMAKNAI KATA IKHLAS


Oleh ; Sri Wiyanti

Saya pernah menjadi guru honorer sambil kuliah di sebuah Sekolah Menengah Atas. Ketika itu gaji saya Rp 68.000 (di tahun 2000-an). Hingga awal menikah saya masih bekerja di situ. Kepala sekolah saya seorang yang memiliki sikap empati yang luar biasa menurut saya, terbukti saya yang hanya seorang guru honorer ditawarkan modal usaha oleh sekolah. Dan luar biasanya lagi saya dibolehkan mencicil sesuai kemampuan dan tanpa tambahan sepeserpun. Jelas sekali seorang pemimpin lembaga Pendidikan Islam yang paham teori sekaligus praktik. Saya ingat betul ucapan beliau kala itu "Jangan khawatir Bu Yanti, sekolah kita ini punya banyak duit."

Ucapan beliau tidak main-main dan saya benar-benar diberi modal usaha. Bahkan karena kami keburu pulang kampung (kembali ke Bima) sisa hutang saya belum selesai dan beliau mensupport kami untuk lebih mengutamakan mendengarkan harapan orang tua daripada mengikuti jalan pikiran sendiri yang kala itu ingin tetap merantau. Sisa cicilan itu terselesaikan dengan insentif atas nama saya dan subhanallah sisanya masih dikirim ke Bima ditambah baju kaos dari penerbit karena saya sempat mengkoordinir penjualan LKS di sekolah. Kesan mendalam di hati saya tentang beliau sebagai seorang pemimpin. 

Sebenarnya fokus pembicaraan yang ingin saya sampaikan  adalah tentang ucapan beliau bahwa sekolah memiliki banyak duit. Entah beliau bermaksud berkelar atau bagaimana yang jelas saya sudah merasakan manfaatnya. Uang dari penjualan komputer itu menjadi modal kami memulai kehidupan baru di kampung sendiri.

Berawal dari pengalaman bersama beliau dan juga pemahaman kami akan beratnya tugas mendidik, maka hal yang sangat menjadi perhatian kami ketika mengelola lembaga pendidikan adalah dengan memperhatikan kesejaheraan guru. Berusaha menggaji semaksimal dari kemampuan keuangan sekolah tentunya. Yang jika saja diukur dari standar UMR masih jauh panggang dari api. Namun baru ini yang dapat kami lakukan karena memang sumber keuangan bertumpu dari pembayaran SPP siswa, hal ini berlaku pada semua jenjang TK, KUTTAB dan Baitul Qur'an. 

Dengan kondisi demikian pun terkadang masih ada yang berpikiran, Lembaga pendidikan Islam kok berbayar?" Ada juga yang berucap "Ustadz kok ceramah dan mengajar Al Qur'an berharap bayaran?" Artinya kita belum benar-benar memahami bagaimana seharusnya kita mengambil bagian dalam mewujudkan pendidikan yang baik dan benar-benar berkualitas sehingga keluarannya adalah anak-anak yang memang sesuai harapan kita, cerdas dan berakhlak mulia.

Bagaimana harapan itu bisa terwujud jika hak-hak guru atau ustadz dan ustadzah kurang kita perhatikan. Apakah kata keikhlasan harus merenggut hak-hak para guru atau Ustadz dan Ustadzah untuk bisa hidup layak? Sementara tuntutan kita sebagai orang tua dan masyarakat tidak mudah untuk mereka wujudkan. 

Agar kita tidak salah menghitung, jika wali murid membayar Rp 50.000,-/bulan untuk infak mengaji dengan pertemuan 16-18 kali sebulan, artinya setiap pertemuan hanya kita hargai Rp 2.777,- dan jika kita membayar SPP Rp 100.000/bulan dengan 26 kali pertemuan maka kita hanya membayar Rp 3.876,- per pertemuan. Nilai yang sangat tidak layak untuk tugas mengajar dan mendidik. Bahkan jika dibandingkan dengan uang saku anak-anak/hari tentu nominalnya tidak seimbang. Itu pun masih ada yang tega menunggak bayaran tanpa pemberitahuan atau konfirmasi dan ada juga yang tidak ingin membayar jika anaknya sering tidak hadir. 

Sungguh menyedihkan dan sesungguhnya ini teguran keras bagi orang tua yang memiliki kemampuan namun kurang perhatian terhadap kewajibannya. Adakah seorang baby sister yang mau dibayar Rp 100.000/bulan dengan kewajiban mengasuh sekaligus mendidik? Dan semua tugas itu dilakukan oleh seorang guru.
 
Apalagi terkadang ada wali murid yang bersikap kurang hormat pada guru atau ustadz dan ustadzah anaknya karena merasa sudah membayar? Mari kita sama-sama merenung sejenak tentang harapan kita yang tinggi namun usaha kita masih biasa-biasa saja. Karena sikap kita sebagai orang tua akan sangat berpengaruh terhadap keberkahan ilmu anak-anak kita.

Bahkan saya pernah membaca sebuah tulisan dari seorang Ustadz di sebuah group wali santri, menurut beliau adalah bentuk kedzoliman bila kita menunda pembayaran padahal sudah melebihi batas waktu kesepakatan pembayaran sementara kita adalah orang tua yang memiliki kemampuan, kecuali kita melakukan konfirmasi terlebih dahulu jika ada kendala dan itu pun harus dengan uzur syar'i.

Membangun pendidikan yang islami tidak mudah. Mendidik anak-anak bukan perkara ringan. Maka mari kita saling sokong dalam sinergitas. Antara orang tua, guru dan pengelola pendidikan serta masyarakat harus memiliki cara pandang dan visi yang sama akan pendidikan anak-anak kita. Jika bukan kita yang peduli, lalu pada siapa kita akan serahkan tugas dan tanggungjawab besar ini. Guru dan kami sebagai pengelola tidak mencari kekayaan dengan jalan ini, para guru hanya sekedar berharap bisa makan dengan layak sehingga memiliki energi yang cukup untuk menjalankan tugas mendidiknya.

Doakan dan sokong para guru dan sesiapa pun yang berjuang di jalan pendidikan, berusaha membangun generasi ini, karena gelar "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tidak cukup dan sama sekali tidak mampu menghilangkan rasa lapar.

#RenungandiHGN
#Renunganbagisemuaorangtua
#Ikhlasitutidakbermaknaserbagratis

Selasa, 07 November 2023

Mengapa Guru Perlu Menulis


By : Sri Wiyanti

Anda seorang guru tapi masih bertanya apa manfaat menulis? Masih malas memulai aktivitas menulis? Atau masih berpikir bahwa menulis sebagai kegiatan tak penting dan buang-buang waktu percuma? Jika anda benar seorang guru, maka buang jauh-jauh pikiran seperti itu, karena menulis itu bukan pilihan bagi profesi kita. Seorang guru wajib memiliki keterampilan menulis yang baik. Karena apa? Tugas-tugas yang melingkupi hari-hari seorang guru tidak dapat dilepaskan dari menulis.

Merancang RPP tidak mungkin bisa dilakukan jika tidak memiliki kemampuan menulis. Jika pun memilih RRP copas tentu tidak serta merta dapat digunakan tanpa diedit dan disesuaikan.dengan kebutuhan. Lagi-lagi di sini dibutuhkan ilmu kepenulisan. Terus kalau kita bikin PPT atau sejenisnya bisa dibayangkan desainnya pasti amburadul tanpa kemampuan menulis yang baik.

Lanjut ketika mengoreksi pekerjaan siswa, guru yang memiliki kemampuan menulis akan dapat mengoreksi hasil pekerjaan, tugas atau karya siswa dengan lebih maksimal dan teliti. Bukan hanya konten tapi termasuk teknik penulisannya. Ini bukan keterampilan bagi guru Bahasa Indonesia saja, namun menjadi bagian dari tugas kita sebagai guru secara umum.

Salah satu persyaratan kenaikan pangkat lebih-lebih lagi butuh karya tulis, Jika kita tak memiliki kemampuan menulis artinya siapa yang akan  membuat karya tulis tersebut? Jawabannya ada pada pribadi kita masing-masing. Itu baru beberapa alasan, sebenarnya masih banyak alasan lain mengapa guru perlu memiliki keterampilan menulis.

Bisa dibayangkan dalam mendesain kurikulum operasional sekolah saja masih ada yang asal-asalan. Mengetik dengan banyak typo, tidak diedit dengan baik pula. Artinya itu menandakan bahwa di sekolah tersebut tidak ada yang memiliki kemampuan menulis. Jadi fatal kan? Apalagi bila standarnya sekolah penggerak, jangan sampai terjadi.

Semoga guru-guru tergerak untuk menulis. Menulis bukan perkara kebutuhan mengikuti lomba atau sekedar mencari cuan, karena menulis bagi seorang guru adalah kebutuhan.

Bima, 7 November 2023

#MenulisMengasahKemampuandanKepekaan

Minggu, 05 November 2023

Refleksi Dwimingguan Mode 4 F. Modul 2.1


Mode Jurnal 4 F (Facts, Feelings  Findings, Future)


Kertas warna-warni yang menghadirkan inpirasi. Inpirasi dalam menciptakan suasana kelas yang hidup, enerjik, dan aneka pengalaman baru seperti warna-warni kertas stcky notes. Kertas kecil warna-warni menarik yang kukenal dalam sesi Lokakarya Calon Guru Penggerak.

Mengingat respon kami dengan penggunaan kertas sticky notes pada kegiatan lokakarya, sehingga timbul ideku untuk menggunakannya di kelas ketika bersama siswa-siswiku. Jika kami sebagai orang dewasa saja begitu antusias ketika menggunakannya, asumsiku tentu lebih lagi bagi anak-anak seusia mereka. Dan benar saja, berawal dari satu kelas, hingga akhirnya mampu kuterapkan di semua kelas yang kuajar, reaksi yang diberikan semua sama. Kelas menjadi penuh dinamika, seru dan pembelajaran siswa aktif terwujud.

Secara umum tiada kendala berarti karena siswa belajar dengan penuh antusias. Hanya saja terkait dengan penyediaan sticky notes yang memang lumayan menguras isi kantong. Bisa dibayangkan dengan enam kelas yang diajarkan, butuh persiapan yang tidak sedikit. Belum lagi sikap siswa yang terkadang usil, kertas sticky note bagiannya dijadikan mainan sehingga meminta tambahan kertas baru meski sudah beberapa kali diingatkan untuk menggunakannya seefektif dan efisien mungkin.

Terkait kendala ini muncul ide untuk mengusulkannya kepada pihak sekolah agar dapat menyediakan kerta sticky notes ini agar dapat digunakan juga oleh guru-guru lain. Sehingga semangat berubah itu bisa menyebar pada yang lain. Karena bisa jadi keterbatasan biaya membuat guru-guru lain enggan untuk menggunakannya meski disadari sisi kebermanfaatannya dan pengaruhnya terhadap terciptanya pembelajaran yang menyenangkan dan keterlibatan yang optimal bagi siswa-siswi yang sebelumnya cenderung pasif.

Melihat reaksi anak-anak di semua kelas yang saya ajarkan membuat saya bahagia dan semakin termotivasi untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk mereka. Semakin saya menyadari bahwa peran saya sebagai pemimpin pembelajaran sangat berarti dalam menumbuhkan semangat dan motivasi belajar bagi siswa-siswi. 

Pembelajaran berharga yang saya dapatkan adalah bahwa semangat kita sebagai guru ketika bertemu dan berhadapan di kelas sangat memberikan pengaruh terhadap siswa-siswi kita. Jika kita datang dengan wajah ceria dan motivasi yang tinggi tentu respon siswa-siswi kita juga demikian. Berbeda ketika kita hanya sekedarnya saja menyiapkan diri bekal bertemu di kelas, tentu reaksi siswa-siswi kita menjadi terbatas pula, bahkan mereka cenderung pasif dan kurang peduli dengan proses pembelajaran yang berlangsung.

Berdasarkan pengalaman tersebut saya menyadari bahwa masih butuh kreativitas dan kesabaran yang tinggi, untuk dapat menjadi guru yang dirindukan. Terkadang kita menyalahkan siswa-siswi kita karena kurangnya  respon positif mereka terkait  pembelajaran, padahal kenyataan kita sebagai guru masih menerapkan  sikap egois dan igin menang sendiri. Kurang memedulikan kebutuhan siswa-siswi kita. Masih mengajar dengan metode yang monoton dan seringkali mati gaya dalam menghadapi siswa-siswi kita.

Setelah melakukan praktik berulang kali di kelas berbeda, saya semakin yakin bahwa bila saya rutin menggunakan berbagai media yang menarik salah satunya dengan menggunakan kertas sticky notes tentu akan meningkatkan semangat belajar siswa-siswi saya ke depannya, menambah partisipasi aktif mereka dalam berkolaborasi dengan teman-temannya. Sehingga kelas benar-benar hidup dengan beragam minat serta kecenderungan siswa-siswi saya, ibarat warna-warni pelangi.


Bima, 4 November 2023

Rabu, 01 November 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi



@Sri Wiyanti, S.Pd


Definisi Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah upaya menyesuaikan proses pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar  setiap individu peserta didik  dengan berdasar pada serangkaian keputusan yang masuk akal.

Pembelajaran Berdiferensiasi juga dapat didefinisikan sebagai proses belajar mengajar dimana peserta didik dapat mempelajari materi pelajaran sesuai  dengan kemampuan , apa yang disukai dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dari merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox dan Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017).

Ciri-ciri Pembelajaran Berdiferensiasi
1. Berorientasi pada kebutuhan belajar murid
2. Berdasarkan pada keputusan yang masuk akal
3. Pembelajaran siswa aktif
4. Terdapat penilaian berkelanjutan
5. Manajemen kelas efektif
6. Evaluasi kesiapan diakomodir dalam kurikulum

Cara Menerapkan di Kelas
1. Menetapkan tujuan pembelajaran
2. Memetakan kebutuhan belajar murid
3. Menentukan.strategi pembelajaran
4. Menentukan kegiatan pembelajaran berdiferensiasi yang akan dijalankan.

Cara memenuhi kebutuhan murid melalui pembelajaran berdiferensiasi  dengan menggunakan 3 strategi, yaitu : 
1. Diferensiasi konten
2. Diferensiasi proses
3. Diferensiasi produk

Kaitan Modul 2.1 Dengan Modul Lainnya

Inti pemahaman pada pembelajaran Modul 1.1 Tentang Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara adalah memaksimalkan segala potensi dan kodrat  pada anak agar mereka dapat mencapai kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat. Sedang pada Modul 1.2  adalah fokus pada Nilai dan Peran Guru Penggerak. Guru penggerak  memiliki nilai Kemandirian, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif serta keberpihakan yang tinggi pada anak. Selain itu guru juga memainkan perannya secara optimal dalam mewujudkan kepemimpinan murid.

Lanjut pada Modul 1.3  diajak mengenali  Visi dan Peran Guru Penggerak. Dengan rancangan visi tersebut kita memiliki acuan langkah mencapai tujuan pendidikan yang sudah dirancang.  Dan pada Modul 1.4 fokus pada menumbuhkan Budaya Positif. 

Mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya. Pada modul ini saya mempelajari tentang disiplin pisitif dan nilai-nilai kebajikan universal. Teori motivasi, hukuman, penghargaan dan restitusi. Keyakinan kelas, kebutuhan dasar manusia dan dunia berkualitas, lima posisi kontrol serta Segitiga Restitusi. 

Nilai-nilai kebajikan universal ini adalah nilai-nilai kebajikan yang disepakati bersama, tanpa membedakan ras, suku, bangsa, agama, bahasa maupun latar belakang sosialnya. Nilai-nilai ini menaungi kita dalam sikap   dan perilaku, dalam arti menjadi landasan berpijak ketika kita memilih  berperilaku tertentu. Nilai-nilai kebajikan adalah sifat-sifat positif manusia yang merupakan tujuan mulia yang ingin dicapai setiap individu. 

Nilai-nilai kebajikan itu sebagaimana yang kita kenal termaktub dalam Profil Pelajar Pancasila, yakni Beriman dan  bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebinekaan Global, Bergotong royong, dan Kreatif. Diharapkan nilai-nilai kebajikan inilah yang akan menjadi nilai-nilai karakter yang ingin kita munculkan dalam lingkungan belajar di sekolah.

Serangkaian materi pada modul sebelumnya merupakan rangkaian proses atau tahapan yang perlu dipahami dan dimiliki oleh seorang guru untuk kemudian pengejawantahannya dapat kita lihat pada praktik nyata di kelas dalam wujud pembelajaran berdiferensiasi. Berbekal teori- teori pada modul sebelumnya diharapkan kelas benar-benar dapat menjadi tempat yang nyaman dan membahagiakan bagi siswa sehingga penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini dapat terlaksana dengan maksimal dan tujuan pendidikan tercapai.


Guru SMPN 1 MONTA
CGP ANGKATAN 9 KAB. BIMA

Salam guru penggerak :
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan

Bima, Kamis, 2 November 2023